KONTEKS.CO.ID – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto merespons surat terbuka Denny Indrayana kepada DPR yang mendorong hak angket untuk pemakzulan Presiden Jokowi.
Hasto menyarankan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana bisa menggunakan kerangka berpikir intelektual ketika melayangkan pernyataan ke publik.
“Beliau (Denny Indrayana, red) ini, kan sosok akademisi. Harus berbicara menggunakan kerangka berpikir intelektual. Jangan berbicara tentang perasaan, apalagi berbicara tentang pemakzulan,” kata Hasto menjawab pertanyaan wartawan di Sekolah Partai, Jakarta Selatan, Rabu 7 Juni 2023.
Dosen Universitas Pertahanan (Unhan) itu mengatakan Presiden dan Wakil Presiden RI dalam sistem politik di Indonesia dipilih langsung oleh rakyat.
Kata Hasto, legitimasi terhadap pemimpin Indonesia terpilih sangat kuat dan tidak bisa asal dimakzulkan.
“Dalam sistem politik ketika presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, legitimasi dan legalitas pemimpin nasional itu sangat kuat. Tidak bisa diberhentikan di tengah jalan. Itu harus melalui mekanisme yang tidak mudah,” ujar dia.
“Jadi, harus paham Bung Denny terhadap sistem politik kita. Makna pemilu presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung itu jaminan terhadap sistem,” ujar Hasto.
Dia kemudian mengajak Denny untuk sekadar melihat Pemilu 2009 ketika yang bersangkutan menyinggung isu pemakzukan terhadap Jokowi.
Menurut Hasto, diduga instrumen negara dipakai pada Pemilu 2009, sehingga satu partai politik di lingkaran rezim kala itu bisa mengalami lonjakan suara secara signifikan sebesar 300 persen.
“Nah, kalau berbicara pemakzulan, Pak Denny saya ajak untuk coba evaluasi pemilu yang terjadi pada tahun 2009, ketika instrumen negara digunakan, sehingga ada partai politik yang bisa mencapai kenaikan 300 persen,” ujarnya.
Hasto menyebutkan peristiwa pada 2009 saat sebuah partai di lingkaran rezim yang mengalami peningkatan, tidak terjadi pada era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Dia mengatakan PDIP sebagai partai pendukung pemerintah era Jokowi tidak mengalami kenaikan secara signifikan sampai 300 persen.
“Kalau PDI Perjuangan ini, kan, kemarin naiknya hanya satu, berapa, lah sampai 8 persen. Itu pun dengan berbagai upaya kerja lima tahun, sehingga jangan apa yang dahulu dilakukan oleh Pak Denny Indrayana yang merupakan bagian dari rezim pemerintahan saat itu kemudian dipersepsikan akan terjadi pada pemerintahan Pak Jokowi yang sudah teruji dalam komitmen menjaga demokrasi,” kata Hasto.
“Pak Jokowi ini pemimpin yang berdialog, yang tidak punya dendam politik. Sama dengan Ibu Megawati Soekarnoputri mengedepankan rekonsilisasi nasional,” kata dia.
Hasto pun meminta Denny bisa berani mengungkap kejanggalan naiknya jumlah suara sebuah partai sampai 300 persen pada Pemilu 2009 ketimbang membahas isu pemakzukan kepada Jokowi.
“Oleh karena itu, kami justru meminta Pak Denny Indrayana, silakan ungkap apa yang terjadi pada 2009, karena disitulah justru terjadi suatu penyalahgunaan kekuasaan secara masif untuk kepentingan elektoral,” ujar pria kelahiran Yogyakarta itu.
Hasto mengatakan sosok seperti Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan kader parpol berkelir merah itu Jokowi dan Ganjar Pranowo ialah figur yang memahami sistem politik yang perlu dilandasi Pancasila. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"