KONTEKS.CO.ID – Mantan Wamenkumham Denny Indrayana kembali menyinggung pemakzulan Presiden Jokowi. Denny menyinggung tiga poin yang kasat mata bisa memakzulkan Jokowi.
“Pertama, Jokowi patut diduga melakukan korupsi memperdagangkan pengaruh,” kata Denny dalam rilisnya, Minggu 25 Juni 2023.
Kasusnya adalah yang dilaporkan Ubaidillah Badrun pada 10 Januari 2022, sudah lebih dari setahun yang
lalu, tanpa ada progres. Yaitu, laporan dugaan korupsi suap yang diterima anak-anak Jokowi, seolah-olah
penyertaan modal ratusan miliar rupiah.
Kata Denny, modal besar demikian tidak mungkin diberikan, kalau Gibran dan Kaesang bukan anak Presiden Jokowi.
“Saya berpendapat, inilah modus trading in influence, memperdagangkan pengaruh Jokowi sebagai Presiden. Logika sederhananya, yang terjadi adalah korupsi memperdagangkan pengaruh Presiden Jokowi, bukan penyertaan modal,” kata Denny.
Kedua, Presiden Jokowi patut diduga melakukan korupsi, menghalang-halangi proses penegakan hukum.
Denny menyampaikan dirinya mendapat informasi bahwa seorang anggota kabinet, pimpinan KPK menyatakan ada 4 kasus korupsi yang menjerat seorang elite politik. KPK siap mentersangkakan dengan seizin Presiden.
“Sampai saat ini sang elite tetap aman, karena berada dalam barisan koalisi Jokowi. Itu jelas melanggar Pasal 21 UU Tipikor, Jokowi menghalang-halangi penegakan hukum (Obstruction of Justice),” kata Denny.
Ketiga, Presiden Jokowi melanggar konstitusi, kebebasan berorganisasi, karenanya masuk delik
penghianatan terhadap negara.
Kasus Moeldokogate, yaitu pembegalan Partai Demokrat oleh KSP Moeldoko adalah pelanggaran HAM. Pembiaran atau by ommission oleh Presiden Jokowi menunjukkan Beliau terlibat, mencopet demokrat.
Logika sederhana, kata Denny, Moeldokogate bukanlah hak politik Moeldoko yang patut dihormati. Tetapi adalah pembegalan parpol yang adalah kejahatan.
Maka pembiaran Presiden Jokowi atas pembegalan partai, melanggar HAM, melanggar konstitusi, dan secara UU Pemilu adalah pengkhianatan terhadap negara.
“Dengan tiga delik pelanggaran impeachment yang kasat mata di atas, DPR bukan tidak mampu (unable)
untuk memberhentikan Jokowi, tetapi tidak mau (unwilling),” kata Denny. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"