KONTEKS.CO.ID – Denny Indrayana bakal dimintai keterangan terkait dengan dugaan kebocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang uji materi sistem pemilu naik penyidikan.
Terkait dengan laporan polisi, penyidik Bareskrim menemukan cukup bukti dugaan pidana kasus kebocoran putusan MK ini. Komjen Agus Andrianto menyebut Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri yang menangani laporan polisi tersebut.
Menyikapi pemberitaan yang beredar bahwa laporan terhadap Denny Indrayana tengah dalam proses penyidikan, tim kuasa hukumnya menyampaikan sejumlah tanggapan sebagai berikut:
- Tujuan utama dari Prof. Denny Indrayana menyampaikan pandangannya melalui Twitter adalah dalam rangka mengadvokasi putusan Mahkamah Konstitusi yang begitu penting bagi wajah demokrasi Indonesia. Kami mengucap syukur bahwa tujuan advokasi tersebut telah tercapai. Sebagaimana kami sampaikan sebelumnya, Denny Indrayana, selain dalam rangka menjalankan kebebasan berpendapat beliau yang dijamin oleh UUD 1945, juga merupakan bentuk tanggung jawab dalam melaksanakan kewajiban yang dilekatkan berdasarkan Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (“UU 14/2005”). UU tersebut mewajibkan bagi setiap Profesor di Indonesia untuk melakukan 3 (tiga) hal, yakni:
- Menulis buku;
- Menulis karya ilmiah; serta
- Menyebarluaskan gagasan untuk mencerahkan masyarakat.
Sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara dan Konstitusi, menangkap adanya sinyalemen negatif dan berbahaya, ditambah preseden-preseden yang dilakukan MK dalam putusan-putusan sebelumnya, maka Denny Indraya memiliki hak dan kewajiban untuk menyampaikan peringatan kepada publik.
Karena harus dipahami, bahwa putusan MK bersifat erga omnes (mengikat publik) serta final and binding (berkekuatan hukum tetap dan tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan).
Karena itu, tidak ada upaya advokasi lain yang dapat dilakukan oleh masyarakat (meski beberapa sudah menjadi pihak terkait), selain menyuarakannya ketika proses pemeriksaan masih berlangsung.
- Tim kuasa hukum menambahkan, apa yang dihadapi Denny Indrayana saat ini adalah bentuk Strategic Lawsuit Against Public Participation(SLAPP), sebuah langkah mengajukan tuntutan hukum terhadap masyarakat yang berpartisipasi secara kritis terhadap dinamika negara. Langkah ini sering kali digunakan untuk membungkam kritik dan menyerang aktivis publik, saat ini juga sedang dihadapi oleh Haris-Fatia dan beberapa masyarakat lainnya. Oleh karena itu, terdapat puluhan aktivis dan pegiat hukum yang akan menandatangani surat kuasa untuk mendampingi Prof. Denny Indrayana dalam menghadapi upaya kriminalisasi ini, yakni:
1. Dr. Bambang Widjojanto, S.H.
2. Iwan Satriawan, S.H., MCL., Ph.D.
3. Haris Azhar, S.H., M.A.
4. Dorel Almir, S.H., M.Kn.
5. Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H.
6. Dr. Heru Widodo, S.H., M.H.
7. Defrizal Djamaris, S.H.
8. Usman Hamid, S.H., M.Si.
9. Febri Diansyah, S.H.
10. Tatak Ujiyati,S.H., M.A.
11. Donal Fariz, S.H., M.H.
12. Nurkholis Hidayat, S.H., LL.M.
13. Lakso Anindito, S.H., LL.M.
14. Pahrurozi Dalimunthe, S.H.
15. Muhammad Isrof Parhani, S.H., CIL.
16. Aura Akhman, S.H., M.H.
17. Alghiffari Aqsa, S.H.
18. Gufroni, S.H., M.H.
19. Ewi, S.H.
20. Syafril Elain, S.H.
21. Hafizullah, S.H.
22. Erik Anugra Windi, S.H., M.H.
23. Shaleh Al Ghifari, S.H.
24. Imanuel Gulo, S.H.
25. Ai Latifah Fardhiyah, S.H., M.H.
26. Merlina, S.H.
27. Ahmad Wakil Kamal S.H., M.H.
28. Dr. Hermawanto S.H., M.H.
29. Iwan Gunawan S.H., M.H.
30. Dra. Wigati Ningsih, S.H., LL.M.
31. Zamrony, S.H., M.Kn., CRA, CTL.
32. Harimuddin, S.H.
33. Muhamad Raziv Barokah, S.H., M.H.
34. Muhtadin, S.H.
35. Wafdah Zikra Yuniarsyah, S.H., M.H.
36. Muhammad Rizki Ramadhan, S.H.
37. Musthakim Alghosyaly, S.H.
38. Tareq Muhammad Aziz Elven, S.H.
39. Anjas Rinaldi Siregar, S.H.
40. Caisa Aamuliadiga, S.H., M.H.
41. Alif Fachrul Rahman, S.H.
42. Deden Rafi Syafiq Rabbani, S.H.
43. Sarah Aisha Rizal S.H., M.H.
44. Raihan Azzahra, S.H., MCL.
Nama-nama di atas terdiri dari berbagai elemen, mulai dari mantan komisioner KPK RI, Forum Pengacara Konstitusi, praktisi hukum profesional, LBH Muhammadiyah, akademisi, aktivis HAM, pengacara publik, masyarakat anti-korupsi, dan elemen lainnya serta akan terus bertambah. Masyarakat tidak boleh dibiarkan ‘tidur’ terlalu lama membiarkan berbagai tindakan represif dan keliru dari organ negara.
- Perlu kami sampaikan, bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai addressat utama kritik yang dilayangkan oleh Prof. Denny Indrayana, tidak mengambil langkah hukum pidana, melainkan mengklasifikasikan hal tersebut ke dalam ranah etik. Hal ini penting sebagai rujukan utama penegak hukum, bahwa apa yang disampaikan oleh Prof. Denny Indrayana bukan merupakan tindak pidana dan sangat tidak pantas untuk dilaporkan ke aparat penegak hukum. Karena yang beliau lakukan adalah menjalankan hak kebebasan berpendapat serta kewajiban sebagai guru besar hukum tata negara dan konstitusi.
- Terakhir, kekuasaan memang hadir untuk diawasi meski sejarah mencatat, pengawasan dalam bentuk paling sederhana sekalipun sebagaimana kritik, sering melahirkan kriminalisasi. Prosesnya sering diperankan hukum, yang jadi instrumen efektif membungkam demokrasi. Apa yang dilakukan Prof. Denny Indrayana merupakan pengejawantahan adagium “solus populi suprema lex” dari Cicero, di mana beliau melihat terdapat sebuah keadaan dan situasi “darurat” maka kepentingan rakyat cqkepentingan umum merupakan tujuan paling utama. Langkah kritik tersebut pun harus diambil, meski terdapat risiko kriminalisasi yang tinggi. Untuk itu, tim kuasa hukum sangat siap untuk mendampingi dan mengadvokasi Prof. Denny Indrayana dalam setiap tingkatan yang akan dihadapi. Terdapat juga beberapa tim di luar kuasa hukum yang juga turut akan mengadvokasi dan berupaya menghentikan kasus-kasus kriminalisasi semacam ini. Kami meyakini bahwa setiap tindakan memukul mundur partisipasi publik harus terus menerus dilawan.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"