KONTEKS.CO.ID – Pemeriksaan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkap dugaan diabaikannya rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) soal kuota impor oleh Kementerian Perindustrian.
“Diduga dalam menentukan kuota impor yang berlebihan dan tanpa memperhatikan kebutuhan riil garam industri nasional tersebut, terdapat unsur kesengajaan yang dilakukan oleh oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana, Jumat 7 Oktober 2022.
Diketahui, Susi Pujiastuti diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas impor garam industri tahun 2016-2022.
“Dalam kapasitasnya selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI periode tersebut, saksi memiliki kewenangan untuk mengeluarkan rekomendasi dan penentuan alokasi kuota impor garam,” ujarnya.
Ketut menyampaikan, saksi Susi menyampaikan, berdasarkan hasil kajian teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), saksi mengeluarkan kuota garam sebesar kurang lebih 1,8 juta ton.
Salah satu pertimbangan dalam pemberian dan pembatasan impor tersebut adalah menjaga kecukupan garam industri dan menjaga nilai jual garam lokal.
Namun ternyata rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI tidak diindahkan oleh Kementerian Perindustrian RI yang justru menetapkan kuota impor garam sebesar 3,7 ton.
Hal itu berdampak terjadi kelebihan supply dan masuknya garam impor ke pasar garam konsumsi yang menyebabkan nilai jual harga garam lokal mengalami penurunan atau anjlok.
Jaksa Agung Burhanuddin sebelumnya menyampaikan telah ditemukan fakta-fakta suatu peristiwa pidana dalam impor garam, terutama garam industri sejak tahun 2016–2022.
Pada tahun 2018, Kemendag menerbitkan persetujuan impor garam industri pada PT MTS, PT SM, dan PT UNI tanpa melakukan verifikasi sehingga menyebabkan kelebihan impor garam industri.
Bahwa pada tahun 2018, terdapat 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri sebanyak 3.770.346 ton atau dengan nilai sebesar Rp2.054.310.721.560,- (Rp2 triliun lebih) tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia sehingga mengakibatkan garam industri melimpah.
Para importir kemudian mengalihkan secara melawan hukum peruntukan garam industri menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan kerugian perekenomian negara.
Ulah tersebut sangat menyakitkan. Pasalnya, UMKM yang seharusnya mendapatkan rezeki dari sana menjadi merugi karena garamnya kalah bersaing harga dengan garam impor untuk industri. “Ini sangat-sangat menyedikan,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"