KONTEKS.CO.ID – Anggota Komisi III DPR, Santoso mengatakan usulan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agar Negara Islam Indonesia (NII) dimasukkan sebagai organisasi teror selaras dengan kehendak rakyat.
“Pernyataan BNPT tentang NII sebagai organisasi teror sangat didukung oleh rakyat,” kata Santoso kepada media, Rabu 19 Juli 2023.
Santoso menegaskan, Indonesia sejatinya bersih dari kepercayaan di luar norma-norma agama yang berlaku. Sedangkan pengikutnya diberikan kesadaran agar kembali ke jalan yang lurus.
“Organisasi NII harus lenyap di bumi Indonesia dan para anggotanya yang masih ada memiliki kesadaran, bahwa Indonesia terbentuk karena berasal dari beragam keyakinan atau agama, di samping keragaman lainnya,” tegas Santoso.
Menurut politisi partai Demokrat itu, tujuan bernegara telah diatur oleh Undang-Undang 1945. Berlaku untuk semua WNI yang loyal kepada NKRI dan pemerintahan yang sah dipilih melalui proses Pemilu tiap 5 tahun sekali.
“Bagi para pihak yang ingin mendirikan negara dalam bentuk sistem apapun di dalam NKRI, adalah bentuk makar serta harus dibasmi. Karena itu tidak sesuai denhan cita-cita kemerdekaan dan konstitusi Indonesia,” tutupnya.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengakui Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun yang dipimpin Panji Gumilang secara historis memiliki afiliasi dan keterkaitan dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII). Namun BNPT menjelaskan Ponpes Al-Zaytun ataupun NII tak dapat serta-merta dijerat pasal terorisme karena tak termasuk daftar terduga terorisme dan organisasi terorisme (DTTOT).
“Persoalannya adalah apakah sampai saat ini masih ada? Tentu ini masih dalam proses kajian dan pendalaman BNPT bersama dengan stakeholders terkait lainnya,” kata Direktur Deradikalsisasi BNPT Ahmad Nurwakhid dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/7).
“UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Nomor 5 Tahun 2018 hanya bisa diterapkan terhadap kelompok atau jaringan radikalisme yang masuk dalam list daftar terduga terorisme dan organisasi terorisme (DTTOT), seperti JI, JAD, JAT, dan lainnya,” sambung dia.
Dijelaskannya, DI/TII atau NII merupakan kelompok jaringan radikal terorisme melalui gerakan pemberontakan yang dipimpin Marijan Kartosuwiryo. Namun dengan dicabutnya UU Anti subversi Nomor 11/PNPS/1963 pascareformasi, negara tidak punya instrumen hukum untuk menjerat NII. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"