KONTEKS.CO.ID – Seratus tokoh yang menamakan diri Penegak Daulat Rakyat (PDR) menyerahkan Petisi 100 kepada MPR RI yang isinya desakan agar DPR dan MPR RI memakzulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mereka yang terhimpun dari ulama, cendikiawan, purnawiran, akademisi, advokat, seniman, budayawan dan kaum emak-emak telah menyerahkan petisi tersebut dan diterima secara langsung oleh anggot MPR Tamsil Linrung, pada Kamis, 20 Juli 2023.
Dikeluarkannya Petisi 100 PDR juga dilakukan karena kehendak banyak unsur agar melakukan penyelamatan segara terhadap negeri ini. Mereka berharap dapat segera ditindaklanjuti.
Dalam Petisi 100 itu, PDR mengajak seluruh elemen bangsa, yang secara konstitusional berjuang bersama memulihkan kembali kedaulatan rakyat yang telah dirampas pada elite yang bernama oligarki.
Salah satu perwakilan PDR yang ikut menyerahkan Petisi 100, Rizal Fadillah, menyampaikan bahwa dasar hukum mereka meminta seluruh elemen untuk memakzulkan Presiden Jokowi adalah Ketetapan (Tap) MPR.
“Ada dalam Ketetapan MPR No VI/MPR/2023 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Pasal 7 A UUD 1945. Itu mengatur soal mundur dan pemakzulan Presiden,” kata Rizal Fadillah dalam kterangan resmi pada Kamis, 20 Juli 2023.
Sejumlah alasan mendasari lahirnya Petisi 100 ini. Paling utama adalah karena Presiden Jokowi sudah tidak mampu menjalankan amanah sebagai Presiden.
Jokowi dianggap lebih memperjuangkan kepentingan oligarki. Baik dalam bidang politik maupun ekonomi bisnis. Tapi justru jauh untuk berkhidman pada kepentingan dan aspirasi rakyat.
Sebagai penyelenggaran negara, Presiden Jokowi menggunakan kepentingan politik sebagai panglima. Kemudian hukum cenderung menjadi alat politik pragmatik.
“Banyak Perppu dibuat tanpa dasar ’staats nood’ atau kedaruratan. Terjadi juga kriminalisasi ulama dan aktivis,” ujar Rizal Fadilla.
Masalah lain yang kerap dihadapi adalah gagalnya pembangunan ekonomi. Ivestasi yang cenderung mandek, serta utang luar negeri yang terus membengkak.
Masalah lain adalah dugaan pelanggaran konstitusi oleh Presiden Jokowi. Bahwa Presiden telah melanggar Pasal 23 UUD 1945, karena menetapkan APBN dengan sepihak melalui Perpres. Keuangan negara merugi, rakyat miskin, tapi oligarki justru bertambah kaya.
Presiden Jokowi juga harus bertangung jawab atas pelanggaran HAM berat, termasuk pada kematian 894 petugas pemilu, pembunuhan terhadap pengunjuk rasa pada 21-22 Mei 2029, dan terhadap 6 syuhada dalam peristiwa di KM50.
Kemudian juga melalui Keppres 17/2022, Inpres 2/2023, Keppres 4/2023, pemerintah menuduh TNI melakukan penggalaran HAM berat, terutama pada kasus 1965-1966. Fakta sebenarnya, PKI adalah pemberontak dan pengkhianat negara.
Paling terkini adalah upaya Presiden Jokowi untuk selalu ikut campur dan mendukung, serta menyiapkan penerus presiden melalui Pemilu 2024. Ini adalah pelanggaran konstitusi dan menginjak-injak asas demokrasi. Ini merupakan perilaku otoriter dan menjadi ‘negara adalah aku’.
Kemudian juga dengan budaya ancaman dan sandera kepada para politisi tertentu. Ini untuk dapat mengendalikan mereka.
“Masih banyak butir pelanggaran etika, perbuatan tercela, KKN, serta pengkhianatan negara, yang seluruhnya tertuang dalam konsiderans Petisi 10O,” kata Rizal.
“Semua itu menjadi bukti dan alasan bahwa Presiden Jokowi sudah layak dan berdasar hukum dapat segera dimakzulkan,” ujar Rizal lagi.
Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat dibuat dan dikeluarkan dalam rangka memulihkan kedaulatan rakyat, sebagai kewajiban terhadap upaya menyelamatkan bangsa dan negara, serta wujud dari pertanggungjawaban kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"