KONTEKS.CO.ID – Tanggal 27 Juli 1996 dikenal sebagai peristiwa sabtu kelabu. Pagi itu terjadi upaya pengambilalihan paksa kantor DPP PDI (Partai Demokrasi Indonesia) di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat.
Penyerangan dilakukan oleh orang-orang berbaju merah, yang diduga adalah massa bayaran dari kubu Soerjadi yang didukung pemerintah Orde Baru.
Ratusan aktivis yang setia kepada tokoh pro-demokrasi, Megawati Soekarnoputri, saat itu membantu mempertahankan kantor PDI yang juga menjadi simbol perlawanan terhadap kesewenangan rejim Orde Baru.
Ratusan pendukung Megawati menjadi korban dalam serangan massa yang kemudian disebut sebagai peristiwa Kudatuli atau akronim dari Kerusuhan dua puluh tujuh Juli. Mulai dari korban nyawa, luka-luka, dan masuk penjara.
Hanya sedikit orang yang percaya bahwa serangan yang meninggalkan noda hitam dalam sejarah politik Indonesia itu adalah serangan yang direncanakan secara matang oleh rezim kala itu.
Dokumen Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebutkan bahwa Sabtu Kelabu menewaskan lima orang dan melukai 143 korban di dalam dan luar gedung. Sebanyak 23 orang dinyatakan hilang dan 124 pendukung Megawati ditangkap.
Hingga saat ini, penyebab utama kerusuhan yang menyebabkan banyak orang meninggal dan hilang itu belum sepenuhnya diketahui. Setelah 28 tahun berlalu, dan peristiwa ini masih saja gelap.
Peristiwa 27 Juli yang kemudian mengilhami bangkitnya gerakan reformasi 1998, apakah hanya tinggal sejarah? Roh perjuangan demokrasi dan perlawanan terhadap oligarki harus tetap dinyalakan untuk memperjuangkan kebenaran, keadilan, dan kejujuran sebagaimana dulu menjiwai semangat perlawanan massa rakyat dalam peristiwa 27 Juli 1996.
Terkait hal itu, Strategi Institute menggelar Diskusi Peringatan 27 Juli 1996 yang dilaksanakan pada Kamis, 27 Juli 2023. Acara ini akan dimulai sejak pukul 14.30 WIB. Acara digelar dengan tema 27 Juli 1996 , Sejarah dan Perjuangan Demokrasi Pemuda dan Mahasiswa Indonesia Melawan Rezim Penindas.
Hadir sebagai narasumber adik dari Megawati Soekarnoputri, Sukmawati Sukarnoputri, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo atau Romo Benny, Wakil Ketua Umum Gerakan Bhineka Nasionalis (GBN) Bob Randilawe, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, dan aktivis Pro Demokrasi Ahmad Robert Rusmiarso.
Direktur Eksekutif Strategi Institute, Mahendra Uttunggadewa mengatakan, peristiwa Kudatuli tidak boleh dilupakan begitu saja. Karena peristiwa ini adalah rangkaian dari proses peristiwa perjalanan bangsa. Generasi muda diharapkan dapat belajar dari sejarah ini.
“Jangan pernah dilupakan bahwa peristiwa 27 Juli 1996 menjadi rangkaian dari proses peristiwa perjalanan bangsa. Sebab itu, penting rasanya bagi generasi mendatang untuk tahu persis apa yang sesungguhnya terjadi. Agar kita bisa belajar dari sejarah,” katanya.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"