KONTEKS.CO.ID – Strategi Institute menggelar diskusi peringatan tragedi 27 Juli atau dikenal dengan peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996. Peristiwa ini menjadi simbol perlawanan terhadap kesewenangan rezim Orde Baru.
Tema diskusi adalah 27 Juli 1996, Sejarah dan Perjuangan Demokrasi Pemuda dan Mahasiswa Indonesia Melawan Rezim Penindas. Digelar pada Kamis, 27 Juli 2023.
Narasumber diskusi adalah adik dari Megawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo atau Romo Benny, Wakil Ketua Umum Gerakan Bhineka Nasionalis (GBN) Bob Randilawe, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, dan aktivis Pro Demokrasi Ahmad Robert Rusmiarso.
Dalam awal diskusi, Bob Randilawe yang saat itu adalah Ketua Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (Prodem) mengingatkan kembali bahwa berdasarkan Dokumen Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebutkan sebanyak lima orang tewas dan 143 korban luka-luka. Sebanyak 23 orang dinyatakan hilang dan 124 pendukung Megawati ditangkap.
Peristiwa Kudatuli 1996 ini pecah dalam upaya perebutan paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat. Perebutan dari kubu Megawati Soekarnoputri oleh kubu Soerjadi.
Megawati saat itu terpilih sebagai ketua umum berdasarkan kongres luar biasa (KLB) Surabaya. Tapi setelah itu, Soerjadi juga menyatakan terpilih sebagai ketum PDI berdasarkan KLB Medan.
Catatan Sukmawati Soekarnoputri
Sukmawati Soekarnoputri yang merupakan putri Bung Karno, menceritakan kalau peristiwa 27 Juli 1996, adalah pemicu muaknya rakyat terhadap rezim diktator, klimaksnya adalah 1998, dan Soeharto dilengserkan.
“Peristiwa 27 Juli 1996 itu pemicu muaknya rakyat terhadap rezim diktator, klimaksnya adalah 1998, dimana Soeharto dilengserkan,” katanya.
Menurut Sukmawati, perjuangan membela Megawati tidak selesai saat 27 Juli 1996. Justru peristiwa ini yang memuculkan pergerakan rakyat dan mahasiswa untuk melawan rezim Soeharto yang telah berkuasa 30 tahun.
Menurut Sukmawati, peritiwa Kudatuli harus jadi pelajaran penting, bahwa perjuangan menegakan demokrasi harus terus dilakukan. Pancasila tetap harus dijaga dari kelompok radikalis.
“Jadi kita terus waspada dan hati-hati dan terus meluaskan pancasila,” katanya.
Catatan Romo Benny
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Romo Benny, berharap tidak ada lagi rezim otoriter yang akan berkuasa lagi di Indonesia.
Romo Benny sebenarnya berharap agar sejarah kelam ini diluruskan kembali agar generasi muda mengetahui perjalanan bangsanya.
Tidak ada rekonsiliasi yang sempurnah tanpa permintaan maaf. Luka sejarah dalam peristiwa 27 Juli 1996 tidak pernah sembuh. Sementara generasi x dan z tidak pernah mengalami luka itu. Dan menganggap bahwa masa lalu adalah masa lalu,” katanya.
Sejumlah peristiwa besar terjadi setelah 27 Juli 1996 meletus. Mulai dari pembakaran ratusan gereja, dan peristiwa dukun santet
Dalam peristiwa 27 Juli 1996, memang terlihat jelas watak otoriter pemimpin negara saat itu. Lalu apakah luka yang dialami masyarakat dalam peristiwa itu bisa disembuhkan, itu tergantung dari kekuatan masyarakat sipil.
“Ketika konsentrasi masyarakat sipil gagal seperti ini, tidak mungkin dapat menyelesaikan kasus hak asasi manusia,” katanya lagi.
Hingga saat ini, kita tidak pernah mengakui bahwa peristiwa 27 Juli 1996 adalah kejahatan kemanusiaan dan ini perlu diakui oleh para pelakunya. Bagi anak muda peristiwa 27 Juli tidak pernah dialami. Memori kegelapan negeri ini, tidak pernah mereka rasakan.
“Bagi mereka, bila kita bicara masalah hak asasi manusia, mereka generasi x dan z itu ‘memang gue pikirian’. Jadi itu yang terjadi, dan kalau ini yang terus terjadi dan orang lupa pada sejarah berdarah ini,” katanya.
“Pengampunan terjadi kalau ada penyesalan dan pengakuan. Ini yang kita dorong sebenarnya. Kita mendorong pemerintahan Pak Jokowi melakukan ini,” katanya.
Catatan Sugeng Teguh Santoso
Dalam kesempat ini diskusi ini, Teguh Santoso menyampaikan bahwa peristiwa 27 juli 1996 adalah salah satu momentum yang menyokong berdirinya satu organ politik yang bisa menentukan hitam putihnya negara Indonesia, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan).
Apalagi cuma untuk pemenuhan perspektif kemanusiaan dan korban. tapi ini tidak inline, kekita kekuasaan itu dipegang. Hak korban, kemanusiaan, pelanggaran HAM, itu kemudian hanya menjadi bagian yang dilupakan saja.
Karena organ kekuasaan ini memerlukan stabilitas untuk dirinya dan stabilitas organ-organ kekuasaan lain untuk sekedar memiliki kekuasaan. Bukan memperjuangkan kemanusiaan, hak korban, apalagi keadilan
Presiden telah menerbitkan surat keputusan penyelesaian pelanggaran HAM berat non yudisial. Isinya hanya memuat 12 pelanggaran HAM. Kasus 27 Juli 1996 tidak termasuk.
Pelanggaran HAM berat sebagai berikut :
- Peristiwa 1965-1966
- Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985
- Peristiwa Talangsari, Lampung 1989
- Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989
- Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
- Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
- Peristiwa Trisakti dan Semanggi I – II 1998-1999
- Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999
- Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999
- Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002
- Peristiwa Wamena, Papua 2003
- Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003. Tetapi kasus 27 Juli 1996 tidak termasuk.
“Dalam peristiwa 27 Juli, kemanusiaan dan korban yang sudah terpuuruk harus dinaikan timbangnanya, pelaku harus diturunkan,” katanya.
“Momentum 27 juli harusnya mengingatkan kita memperbaharui dalam perspektif hukum,” katanya lagi.
Karena itu, peristiwa Kudatuli harus tegas disampaikan bahwa ada yang salah. Bila tidak, maka cerita 27 Juli yang udah 27 tahun berlalu, hanya akan mengisi ruang publik untuk diskusi saja.
Catatan Ahmad Robert
Aktivis Pro Demokrasi Ahmad Robert Rusmiarso, adalah Ketua Posko Pemuda & Mahasiswa Pendukung Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Kata dia, posko dibentuk untuk memperkuat dukungan terhadap Megawati. Ketum PDI itu dianggap sebagai simbol perjuangan melawan rezim Soeharto.
Lewat Posko Pemuda & Mahasiswa Pendukung Perjuangan Megawati Soekarnoputri, aspirasi masyarakat dihimpun. Banyak yang ternyata menginginkan adanya perubahan yang signifikan atas demokrasi yang dikekang pemerintahan pada saat itu.
Beragam elemen masyarakat, dari tokoh masyarakat hingga rakyat kecil ikut mendukung perjuangan Megawati Soekarnoputri lewat posko itu.
“Banyak informasi dan arahan kepada saya mengenai apa yang harus dilakukan di dalam perjuangan mahasiswa dan pemuda di kantor tersebut. Memang sulit membedakan mana lawan dan kawan pada saat itu,” katanya.
Peristiwa 27 Juli 1996 salah satu titik balik bagi rakyat Indonesia sebagai penegakan demokrasi. Tapi hingga hari ini, hal tersebut tidak dibarengi dengan pembangunan kesejahteraan rakyat. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) masih berkembang dengan subur.
Catatan Direktur Eksekutif Strategi Institute
Direktur Eksekutif Strategi Institute, Mahendra Uttunggadewa mengatakan, peristiwa Kudatuli tidak boleh dilupakan begitu saja. Karena peristiwa ini adalah rangkaian dari proses peristiwa perjalanan bangsa. Generasi muda diharapkan dapat belajar dari sejarah ini.
“Jangan pernah dilupakan bahwa peristiwa 27 Juli 1996 menjadi rangkaian dari proses peristiwa perjalanan bangsa. Sebab itu, penting rasanya bagi generasi mendatang untuk tahu persis apa yang sesungguhnya terjadi. Agar kita bisa belajar dari sejarah,” katanya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"