KONTEKS.CO.ID – Suara gen X dan Z jadi kunci Pilpres 2024. Perhelatan ini akan diwarnai perebutan suara generasi X dan Z oleh masing-masing calon kandidat presiden. Namun menundukkan mereka sungguh tak mudah.
“Semua kandidat (capres Pilpres 2024) akan mencoba mendekati (suara gen X dan Z), bahkan menarik dukungan dengan banyak cara. Melalui model-model komunikasi yang mereka tawarkan,” kata Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo atau Romo Benny, Minggu 6 Agustus 2023.
Namun, Romo Benny menggarisbawahi, para kandidat lupa bahwa komunikasi adalah medium dan sarana. “Padahal komunikasi akan efektif kalau anak-anak muda itu melihat sosok kandidat sebagai role model. Mereka anak-anak muda yang realistis,” paparnya.
Generasi X dan Z bisa mengakses informasi dan mendapatkan informasi lewat media sosial. Ada juga juga sarana-sarana berteman dan gurp WhatsApp, di mana mereka bisa mendapatkan informasi rekam jejak sosok pemimpin.
“Daya kritis yang luar biasa itu akan sulit dijinakkan atau dikendalikan. Kalau para pemimpin itu tidak memiliki visi pemimpin yang otentik, sulit,” tukasnya.
Menurut dia, menjadi pemimpin yang otentik itu tidak perlu kepura-puraannya. “Tidak juga membuat kesadaran palsu dan menciptakan seolah-olah yang bersangkutan adalah figur yang dekat dengan presiden,” ujarnya mengingatkan.
Lebih lanjut Romo Benny menjelaskan, anak muda akan muak dan cuek jika calon-calon pemimpin itu tidak punya gagasan orisinil. Atau, gagasan yang mampu memberi harapan terhadap generasi X dan Z,” tambahnya.
Suara Gen X dan Z Ingin Rekam Jejak Pemimpin Bersih
Para anak muda itu ingin para pemimpinnya mempunyai rekam jejak bersih, masa lalunya tidak dibuat-buat atau seolah-olah. Atau si kandidat tidak berani mengakui kegagalan atau kesalahan, bahkan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
“Maka anak-anak gen X dan Z itu adalah mereka yang selalu mempertanyakan tentang rekam jejak masa lalu. Juga bagaimana membangun keluarga sebagai role model dan contohnya,” paparnya.
Karena itu, sambung dia, pendekatan komunikasi menggunakan hobi bakat lewat algoritma mereka tidak sekadar pendekatan parsial.
“Pendekatan terhadap gen Z membutuhkan kedekatan-kedekatan personal yang khusus, atau dalam komunikasi yang disebut pendekatan komunikasi interpersonal,” katanya.
Jadi, tegas dia, masing-masing calon presiden harus mampu memahami tentang realitas dan masalah yang mereka hadapi. Terutama, bagaimana kandidat mampu menciptakan komunikasi yang tidak perlu berpura-pura.
Tetapai komunikasi yang berdasarkan kesadaran meditatif. “Ini adalah kesadaran bukan kepura-puraan, kesadaran yang tidak orisinil. Namun kesadaran di mana masing-masing calon presiden mau melakukan sebuah pertobatan sosial,” katanya.
Apa itu pertobatan sosial? Menurut Romo Benny, pertobatan sosial adalah sadar, tahu, mau. Bahwa agenda besar yang mereka tawarkan adalah sadar bahwa generasi milenial tidak bisa disetir, tidak bisa dikendalikan, mau memahami realitas yang berbeda dan tahu kebutuhannya.
“Karena itu, perlu loncatan berpikir di mana cara pendekatan mereka tidak sekadar saya dapat apa. Melainkan peningkatan kesadaran bahwa anak-anak generasi zaman ini memiliki keunikan,” tukasnya.
Dia menambahkan, anak muda kekinian memiliki cara tersendiri bagaikan busur panah. “Busur panah itu begitu mampu untuk memanah sampai pada titik harapan, maka mengendalikan mereka tidak semudah membeli suara di dalam karung,” pungkas Romo Benny. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"