KONTEKS.CO.ID – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menggelar rapat terbatas terkait peningkatan kualitas udara di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek)
Rapat ini untuk memastikan strategi penanganan atau pengendalian polusi udara yang harus berbasis pada kesehatan masyarakat.
Seluruh kementerian dan lembaga diminta tegas untuk melaksanakan kebijakan dan pelaksanaan operasi lapangan.
Langkah strategi yang telah dilakukan adalah dengan teknik modifikasi cuaca. Pada pelaksaan 27 Agustus 2023, dipastikan telah terjadi penurunan angka indeks standar pencemar udara (ISPU) secara signifikan.
Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menyapaikan, proses modifikasi cuaca perlu diperkuat sesuai kondisi yang ada karena membutuhkan awan dengan persyaratan tertentu sesuai ketentuan klimatologi.
Pemerintah kemudian melakukan langkah lain yaitu dengan melakukan teknik modifikasi cuaca mikro dan tirai air.
Tirai air adalahsirkulasi air yang dipasang di teras-teras gedung-gedung besar yang menghadap ke ruang publik. Tirai air akan menciptakan uap air dan dapat mempengaruhi kualitas udara.
Sumber penurunan kualitas udara di wilayah Jabodetabek berasal dari banyak sektor, mulai dari transportasi hingga industri dan rumah tangga.
Kementerian LHK akan melakukan penegakan hukum terhadap sumber-sumber pencemaran terutama pada sektor industri serta memperketat uji emisi kendaraan. Sampai 24 Agustus 2023, sudah dikenakan sanksi administratif terhadap 11 entitas.
Penanganan di Bidang Kesehatan
Sementara langkah dalam bidang kesehatan telah dipersiapkan Kementerian Kesehatan. Hal ini untuk mengantisipasi meningkatnya penyakit-penyakit gangguan pernapasan yang disebabkan polusi udara.
Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa ada enam penyakit gangguan pernapasan yang paling banyak dialami masyarakat, yaitu pneumonia, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), asma, kanker paru, tuberkulosis, dan penyakit paru obstuksi kronis (PPOK).
Bahwa keenam penyakit yang disebabkan karena gangguan pernapasan ini telah membebankan BPJS pada tahun 2022 lalu Rp10 triliun. Tahun 2023 jumlahnya diperkirakan akan meningkat. Terutama untuk ISPA dan pneumonia.
Kata Budi Gunadi tiga penyakit tertinggi adalah infeksi paru atau pneumonia, infeksi saluran pernapasan yang di atas, dan asma.
Polusi udara paling dominan menyebabkan pneumonia, ISPA, dan asma, yang mencapai 24-34 persen.
Polusi udara tersebut diukur berdasarkan lima komponen di udara yang ditetapkan oleh WHO, tiga jenis bersifat gas yaitu nitrogen, karbon, dan sulfur. Kemudian dua bersifat partikulat PM10 dan PM2,5.
“Polusi udara paling bahaya adalah PM2,5 karena bisa masuk sampai pembuluh alveolus di paru dan menyebakan pneumonia. Jumlah ini di BPJS paling besar.
Guna mengantisipasi meningkatnya penyakit gangguan pernapasan, akan mengedukasi masyarakat terkait dengan bahaya polusi udara bagi kesehatan.
Menyarankan penggunaan masker sebagai upaya preventif atau pencegahan.
Maskernya yang digunakan mesti yang KF94 atau KN95 minimum yang memiliki kerekatan untuk menahan particulate matters 2,5.
Kementerian Kesehatan juga akan melakukan edukasi kepada dokter-dokter di puskesmas dan rumah sakit di Jabodetabek terkait langkah-langkah penanganan penyakit pernapasan.
Apabila masyarakat harus dirawat karena penyakit tersebut, masyarakat bisa mendapatkan penanganan dan diagnosis yang sama.
Kerja sama dilakukan dengan Rumah Sakit Persahabatan sebagai koordinator respiratory disease-nya Kemenkes untuk bisa mendidik semua rumah sakit dan puskesmas di Jabodetabek.
“Kalau ada ciri-ciri seperti ini handle-nya begini. Dengan demikian, kita harapkan kalaupun nanti ada yang masuk ke puskesmas atau ke rumah sakit, treatment-nya sudah sama, diagnosisnya juga sudah sama,” katanya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"