KONTEKS.CO.ID – Tokoh PKI Syam Kamaruzaman adalah sosok penting dalam operasi Gerakan 30 September 1965. Bahkan banyak yang menyebut dialah yang sebenarnya menggerakkan operasi G30S PKI sepenuhnya.
Daftar isi:
- Analisa Palsu Syam Kamaruzaman
- Syam Kamaruzaman Sang ‘Penyelamat’ Aidit
- Versi Syam Kamaruzaman
- Syam dan Soeharto di Kelompok Pathuk
- Pertama Kali Menyelamatkan Aidit
- Penguasa Ruang Tahanan Berkantong Tebal
- Interogasi lewat Ngobrol
Berbagai teori konspirasi bermunculan ketika operasi militer yang pimpinan Letkol Untung Syamsuri ini begitu mudah terpatahkan. Salah satu teori konspirasi itu menyebut bahwa gerakan ini memang dirancang untuk gagal dan perancangnya adalah Syam Kamaruzaman.
Polisi Militer mencatat bahwa Syam setidaknya memiliki lima nama alias. Lima nama itu adalah Jimin, Syamsuddin, Ali Muchtar, Ali Sastra, dan Karman. Bahkan saat menulis surat untuk adiknya sebelum menjalani eksekusi pada 1986, ia menandatangani surat itu dengan nama Rusman.
Syam kamaruzaman adalah tokoh penting dalam organisasi PKI. Ia menjabat Kepala Biro Khusus PKI. Ini semacam badan rahasia intelijen yang keberadaannya seperti hantu, antara ada dan tiada. Sebagai Kepala Biro Khusus, Syam bertanggungjawab langsung kepada Ketua PKI DN Aidit.
Saat persiapan operasi G30S, Aidit banyak berkoordinasi dengan Syam. Kabarnya, Syam yang memanas-manasi Aidit agar cepat bergerak. Syam memberi jaminan kepada Aidit bahwa pasukan pendukung telah siap.
Padahal kenyataannya, hanya beberapa gelintir pasukan yang siap mendukung gerakan itu. Aidit yang percaya penuh kepada Syam akhirnya kecele karena gerakan itu gagal total hanya dalam hitungan jam.
Analisa Palsu Syam Kamaruzaman
Aidit termakan analisa palsu Syam. Pimpinan PKI itu khawatir dengan kondisi Soekarno yang jatuh sakit.
Dalam perhitungan Aidit, jika Soekarno keburu meninggal, maka TNI Angkatan Darat pasti langsung akan bergerak untuk menghancurkan PKI. Oleh sebab itu Aidit memutuskan untuk ‘memukul’ duluan dengan menculik para jenderal Angkatan Darat.
Dalam pelaksanaannya, Syam seolah-olah memimpin gerakan ini. Para perwira militer pendukung G30S PKI seperti Letkol Untung, Brigjen Soepardjo, dan Kolonel Latief berada di bawah komando Syam.
Syam menjanjikan dukungan pasukan tank dan kendaraan lapis baja lain dalam operasi penculikan para jenderal itu. Letkol Untung dan Brigjen Soepardjo sempat ragu bergerak, apalagi tank dan kendaraan lapis baja tak kunjung datang.
Namun Syam yang selalu percaya diri dan mengaku punya naluri militer yang kuat ini menyergah dua perwira ini dengan kalimat pedasnya. Ia menyindir bahwa ‘kalau begini banyak yang mundur, kalau revolusi sudah berhasil banyak yang mau’.
Namun sejarah berkata lain, gerakan ini rontok dalam waktu tak kurang dari 24 jam. Kubu Panglima Kostrad Mayjen Soeharto menghajar habis gerakan ini.
Brigjen Soepardjo sempat mencoba meminta kendali pasukan dari Syam, namun Syam tidak memberikannya. Maka lemaslah sang jenderal bintang satu ini. Dengan terduduk ia berkata, “Kita sudah kalah.”
Pertanyaannya, bagaimana Aidit bisa begitu percaya kepada Syam dan Biro Khususnya ini?
Begini ceritanya.
Syam Kamaruzaman Sang ‘Penyelamat’ Aidit
Pada Desember 1964, Wakil Perdana Menteri (Waperdam) III Chairul Saleh hampir baku pukul dengan Menteri Negara DN Aidit dalam sebuah rapat kabinet.
Chairul, tokoh Partai Murba yang antikomunis itu, menyodorkan segepok dokumen. Ia menuding Ketua PKI diam-diam merencanakan kudeta. Aidit membantah dan hampir terjadi perkelahian fisik jika Presiden Soekarno tidak melerai keduanya,
Setelah itu, sebuah tim investigasi militer mendapat mandat untuk memeriksa kesahihan tudingan Chairul. Hasilnya, PKI dinyatakan bersih dan Chairul harus meminta maaf kepada Aidit.
Lolosnya Aidit dari tudingan Chairul itu berkat campur tangan sebuah lembaga klandestein bentukan PKI, yakni Biro Khusus pimpinan tokoh PKI Syam Kamaruzaman. Sejak saat itulah Aidit percaya kepada unit ini.
Biro Khusus PKI terdiri atas lima orang agen inti di tingkat pusat dan tiga anggota di tiap daerah. Syam menjabat sebagai ketua, di bawahnya ada Pono (Supono Marsudidjojo) dan Bono. Dua anggota staf lainnya adalah Suwandi dan Hamim.
Syam, Pono, dan Bono memiliki kartu anggota militer dengan jabatan agen intelijen TNI. Karena itu para ‘agen merah’ ini sering dikira agen ganda.
Sebagai kedok untuk kerja-kerja intelijen mereka, sehari-hari Syam mengaku sebagai saudagar pabrik genteng PT Suseno di Jalan Pintu Air, kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Sementara Bono mengelola bengkel dinamo di Jalan Kebon Jeruk, dekat Harmoni, Jakarta Pusat. Pono punya restoran, dan Hamim mengelola satu perusahaan bus.
Tugas Biro Khusus PKI pimpinan Syam adalah memelihara dan merekrut anggota partai secara ilegal dari kalangan angkatan bersenjata. Sebagai Kepala Biro Khusus, Syam tidak boleh membeberkan identitasnya sebagai anggota PKI.
Penyamaran sempurna agen-agen Biro Khusus baru terbongkar ketika Sudjono Pradigdo, salah satu anggota Politbiro PKI, tertangkap paling awal pada Desember 1966 dan membocorkan keberadaan unit spesial ini.
Syam sendiri tertangkap oleh tentara lima bulan kemudian. Saat itulah ia mulai bercerita lebih detail soal unit rahasianya.
Beragam Versi Syam Kamaruzaman
Salim Said dalam bukunya “Dari Gestapu ke Reformasi: Serangkaian Kesaksian” terbitan Mizan 2013 menyebutkan, Syam Kamaruzaman lahir pada 30 April 1924 di Tuban, Jawa Timur. Pada awalnya ia bekerja sebagai intel polisi di Pati, Jawa Tengah.
Syam pertama kali bertemu dengan Aidit pada tahun 1949. Ketika itu Aidit tengah bersembunyi di Jakarta setelah peristiwa pemberontakan PKI di Madiun yang gagal pada 1948.
Aidit kemudian menawari Syam masuk PKI. Sejak 1957, Syam menjadi pembantu pribadi Aidit. Ia mengurus dokumentasi yang berhubungan dengan ideologi Marxisme-Leninisme.
Hamim, salah seorang anak buahnya dalam wawancara di seri buku Tempo “Syam, Lelaki dengan Lima Alias” mengatakan wajah bosnya itu menakutkan. “Orangnya hitam, matanya besar. Ia itu seperti militer di Biro Khusus. Ia mengutamakan sentralisme daripada demokrasi. Walaupun dia bukan militer, caranya di Biro Khusus seperti militer,” tutur Hamim.
Syam dan Soeharto di Kelompok Pathuk
Namun dalam buku “Kehormatan Bagi yang Berhak, Bung Karno Tidak Terlibat G30S/PKI,” tokoh PNI Manaii Sophiaan menulis versi lain tentang Syam. Nama Syam pertama kali muncul dalam masa-masa sulit di zaman pendudukan tentara Jepang.
Saat itu, anak Penghulu Pengganti di Tuban ini masih duduk di bangku sekolah dagang di Yogyakarta. Selama di Yogyakarta, Syam aktif dalam gerakan pemuda bawah tanah melawan fasisme Jepang. Guru politiknya saat itu adalah anggota Partai Sosialis, Djohan Sjahroezah dan Wijono.
Pada masa Revolusi 1945, Syam aktif dalam Kelompok Pathuk di Yogyakarta. Di tempat ini ia bertemu dan terlibat dalam jaringan Soeharto yang kemudian menggantikan Presiden Soekarno sebagai Presiden RI.
Aktivitas Syam di Pathuk ini yang di kemudian hari kerap dikait-kaitkan dengan aktivitasnya sebagai mata-mata Angkatan Darat. Ada yang menyebut Syam bekerja untuk Soeharto dalam menghancurkan PKI dan menggulingkan Soekarno dari kursi kekuasaan.
Saat terjadi perpecahaan dalam tubuh Partai Sosialis tahun 1948 antara Sutan Sjahrir dan Amir Syarifuddin, Syam berpihak ke kubu Amir Syarifuddin. Ia terlibat dalam peristiwa Madiun yang menewaskan ribuan anggota dan simpatisan PKI.
Sjam lolos dalam “pembersihan” komunis gelombang pertama di Indonesia. Ia menyusup ke Jakarta dan mengorganisir buruh pelabuhan dengan mendirikan Serikat Buruh Pelabuhan dan Pelayanan (SBPP) di Tanjung Priok. Selain Sjam, dua tokoh yang lolos dari pembersihan PKI Madiun adalah Aidit dan Lukman.
Pertama Kali Menyelamatkan Aidit
Ternyata bukan investigasi polisi militer terkait tudingan Chairul Saleh saja peran Syam menyelamatkan Aidit.
Saat pemberontakan PKI Madiun gagal, Aidit dan Lukman berangkat berangkat menuju ke Tanjung Priok dengan menyusup di kapal. Keduanya menyamar sebagai penumpang gelap dari Vietnam.
Aidit dan Lukman akhirnya tertangkap setibanya di Tanjung Priok karena tidak bisa menunjukkan paspor. Berkat kelihaian Syam, keduanya bisa melenggang bebas dari penahanan.
Aidit tidak pernah melupakan keberhasilan Syam membebaskan dirinya dan Lukman. Tatkala duo Aidit-Lukman mengambil alih kepemimpinan PKI dari tangan Alimin dan Tan Ling Djie, ia merangkul Sjam ke dalam kelompoknya.
Tetapi kedekatan Aidit dengan Syam sempat menimbulkan polemik. Beberapa tokoh PKI golongan tua menilai orang ini sangat berbahaya bagi partai. Penyebabnya, para PKI tua ini mengenal sifat Sjam yang suka membual, agresif dan tidak sabar.
Namun Aidit bergeming, Ia bahkan menyerahkan kepemimpinan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) ke tangan Syam sahabatnya. Kabarnya, Aidit bahkan menyekolahkan Syam ke Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk mendalami pengetahuannya tentang strategi militer.
Pengalaman Syam di bidang kemiliteran pada masa Revolusi 1945 saat memimpin Laskar Tani membuatnya dipercaya untuk menjalin hubungan dengan militer.
Sekembalinya Syam ke Tanah Air dari RRC, ia masuk ke dalam Komite Militer PKI yang kemudian berganti nama menjadi Biro Khusus. Di biro inilah Syam memiliki kekuasaan yang sangat luas dan besar.
Syam, Penguasa Ruang Tahanan Berkantong Tebal
Ketika tertangkap dan berada dalam penjara, Syam tidak pernah terlihat takut dalam setiap pemeriksaan. Di saat tahanan politik lain bergidik setiap kali sesi pemeriksaan datang, Syam menghadapinya dengan santai.
Seorang putranya mengenang, saat mengunjungi ayahnya yang di bui, Syam menempati sel yang besar. di dalam sel, Syam juga punya satu tas penuh uang untuk memenuhi segala kebutuhannya. Uang itu disinyalir ‘harga untuk nyanyiannya’ kepada para penyidik terkait G30S PKI.
Syam bak penguasa selama berada di tahanan. Para tahanan segan bahkan takut akan nyanyian Syam. Bahkan para tahanan sipil ataupun militer sering meminta nasihat dan perlindungan kepadanya. Ia mendapat perlakuan istimewa hingga bebas keluyuran keluar masuk sel.
Kolonel Sugondo, perwira tim pemeriksa pusat yang menginterogasi Syam dalam wawancara dengan wartawan senior Atmadji Sumarkidjo mengakui adanya perlakuan khusus itu. “Hal itu perlu dilakukan karena Syam adalah kunci yang membuka misteri Biro Khusus,” kata Sugondo beralasan.
Sugondo berhasil mendapat banyak informasi dari Syam dengan pendekatan personal. Ia tidak berperan sebagai interogator. Setiap hari Sugondo hanya mengajak Syam ngobrol dan berdiskusi tentang berbagai hal sembari ngopi.
Interogasi lewat Ngobrol
Awalnya Syam jaga jarak, hanya bicara terbatas. Namun dalam obrolan santai itu Sugondo membiarkan Syam bicara dan menyampaikan pikirannya tanpa interupsi.
Sugondo juga tidak pernah mencatat agar Syam tidak mengerem omongannya. Ia hanya mengandalkan ingatannya. Setelah sampai di rumah Sugondo baru menuliskan semua omongan Syam.
Hasil laporan ini ia laporkan kepada tim pemeriksa pusat sebagai data intelijen. Data ini kemudian dilaporkan kepada Menteri Panglima Angkatan Darat Jenderal Soeharto. Dari situlah laporan ini menjadi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) untuk persidangan di Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub).
“Nyanyian Syam” ini melumat habis semua jejaring PKI. Ia divonis mati pada 1968.
Setelah 19 tahun mendekam di balik jeruji penjara, pada 30 September 1986 dini hari, tokoh PKI Syam Kamaruzaman menjalani eksekusi mati bersama Pono dan Bono.
Dari Rumah Tahanan Militer (RTM) Cimanggis, konvoi kendaraan militer membawa tiga orang itu ke dermaga Tanjung Priok. Dengan kapal militer, rombongan berlayar selama 15 menit sampai di pulau tujuan di Kepulauan Seribu. Mereka ditembak tepat pukul 03.00 dini hari oleh 12 orang tim eksekutor.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"