KONTEKS.CO.ID – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menko Polhukam) Mahfud MD, menegaskan bahwa untuk mengubah aturan batas usia capres dan cawapres bukan wewenang Mahkamah Konstitusi (MK).
“MK itu tidak boleh membuat aturan, tetapi hanya boleh membatalkan. Yang boleh diputus oleh MK itu bukan kalau tidak disenangi orang, tapi kalau melanggar konstitusi,” ujar Mahfud MD yang dikutip pada Selasa, 26 September 2023.
“Kalau tidak melanggar konstitusi, MK tidak boleh membatalkan atau mengubah sebuah aturan,” kata Mahfud lagi.
Mahfud kemudian memberi penjelasan, berapa usia capres dan cawapres yang tidak melanggar konstitusi.
“Apakah 40 melanggar, apakah 25 melanggar, apakah 70 melanggar. Itu kalau tidak ada pengaturannya, bahwa konstitusi melarang atau menyuruh, berarti itu tidak melanggar konstitusi,” katanya.
Menurut Mahfud, aturan dapat diubah tapi bukan MK yang melakukan itu. Aturan dapat diubah oleh lembaga legislatif atau DPR.
“Kalau mau diubah gimana, bukan MK yang mengubah, yang mengubah tuh DPR, lembaga legislatif,” katanya.
Mahfud yang juga ahli hukum tata negara menyampaikan, batas usia capres dan cawapres masuk dalam kategori open legal policy atau politik hukum yang bersifat terbuka. Karena itu, MK harusnya tidak bisa menerima guguatan tersebut.
“Bukan menolak gugatan, tapi tidak menerim. Artinya diproses melalui lembaga lain atau proses baru arena legal standingnya tidak tepat,” katanya.
Karena itu, Mahfud mengerti sekali kalau MK sudah mengetahui soal kewenangan dan apa yang boleh ditangani atau tidak. Karena itu, seluruh pihak harus mempercayakan MK untuk bekerja secara independen dan tanpa intervensi.
Permohonan uji materi terkait batas usia capres dan cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun terus bermunculan. Mahkamah Konstitusi kini sedang memeriksa tiga permohonan sekaligus terkait uji materi pasal batas minimal usia capres dan cawapres.
Para pemohon menggugat Pasal 169 huruf q UU Pemilu terkait batas usia minimal capres dan capres 40 tahun. Mereka meminta aturan tersebut diubah, batas usia minimal capres dan cawapres menjadi lebih rendah yakni 35 tahun.
Para penggugat adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mengajukan gugatan dengan permohonan Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023. Bersama dengan sejumlah perseorangan WNI, mereka meminta agar batas usia minimal capres dan cawapres dapat diatur 35 tahun.
Dengan asumsi pemimpin-pemimpin muda tersebut telah memiliki bekal pengalaman untuk maju sebagai calon presiden dan wakil presiden.
Permohonan juga diajukan oleh Partai Garda Indonesia (Partai Garuda) dengan permohonan Nomor 51/PUU-XXI/2023. Partai Garuda turut mempermasalahkan aturan mengenai syarat usia capres dan cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu.
Partai ini hendak mencalonkan kepala daerah berusia di bawah 40 tahun untuk menjadi cawapres. Asumsinya, banyak calon potensial berusia di bawah 40 tahun yang dapat memajukan bangsa dan negara serta memiliki pengalaman dalam pemerintahan.
Kemudian ada dua orang kepala daerah dari Partai Gerindra. Wali kota Bukittinggi, Erman Safar dan yang kedua adalah Wakil Bupati Lampung Selatan, Pandu Kesuma Dewangsa.
Para pemimpin daerah yang masih muda tersebut mengujikan persyaratan usia untuk menjadi capres dan cawapres. Pengalaman sebagai penyelenggara negara seharusnya menjadi pengecualian persyaratan batas usia minimal cawapres.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"