KONTEKS.CO.ID – Hakim MK Arief Hidayat menegaskan ada keganjilan dalam proses pengambilan keputusan uji materiil Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur soal batas usia capres cawapres di Mahkamah Konstitusi atau MK.
4 Keganjilan Menurut Hakim MK Arief Hidayat
1. Penjadwalan Sidang Lama dan Tertunda
Menurut Arief, keganjilan itu mulai dari penjadwalan sidang yang terkesan lama. Bahkan sempat tertunda satu hingga dua bulan.
“Meskipun ini tidak melanggar hukum acara, namun penundaan perkara a quo berpotensi menunda keadilan dan pada akhirnya akan meniadakan keadilan itu sendiri,” kata Arief saat membacakan pendapatnya, Senin 16 Oktober 2023.
Arief merasakan bahwa penundaan itu merupakan ketidaklaziman selama 10 tahun menjadi hakim konstitusi.
“Oleh karena itu dalam kesempatan ini pula saya mengusulkan agar mahkamah menetapkan tenggang waktu yang wajar,” kata Arief.
2. Ketua MK Anwar Usman Tidak Ikut Memutus Perkara
Keganjilan kedua saat para hakim mulai menggelar rapat permusyawaratan untuk memutuskan perkara. Pada putusan perkara gugatan gelombang pertama Ketua MK Anwar Usman tidak ikut memutus perkara.
“Menurut wakil ketua, ketidakhadiran ketua karena untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan,” kata Arief.
Ketidakhadiran Anwar Usman kala itu berbuah putusan perkara ditolak dengan komposisi enam hakim menolak dan dua hakim berbeda pendapat atau dissenting opinion.
Namun, pada perkara nomor 90 dan 91, Anwar Usman tiba-tiba ikut membahas dan ikut memutus perkara tersebut.
Padahal isu konstitusionalnya sama dengan perkara gelombang pertama. Hasilnya, perkara nomor 90 dikabulkan sebagian.
“Sungguh tindakan yang menurut saya di luar nalar yang bisa diterima oleh penalaran yang wajar,” kata Arief.
Arief pun sempat menanyakan Anwar Usman dalam rapat permusyawaratan hakim alasannya tidak ikut memutus perkara gelombang pertama.
“Setelah terkonfirmasi ketua menyampaikan ketidakhadiran (gelombang pertama) karena alasan kesehatan dan bukan menghindari konflik kepentingan,” kata Arief.
3. Hakim MK Arief Hidayat Sebut Hakim Berbeda Pendapat
Selain itu, Arief juga mengalami pengalaman baru saat memutus perkara nomor 90 ini.
Yaitu dengan komposisi tiga hakim mengabulkan sebagian, dua orang hakim mengabulkan sebagian dengan alasan berbeda, dan empat lainnya menyatakan berbeda pendapat.
“Selama ini sepengetahuan saya belum pernah terjadi,” kata Arief.
4. Pemohon Sudah Mencabut Perkara 90/PUU-XXI/2023
Kejanggalan selanjutnya, pemohon melalui kuasa hukumnya sudah mencabut perkara 90/PUU-XXI/2023.
“Kuasa hukum pemohon sudah mencabut perkara 90 dan 91 pada tanggal 29 September 2023, akan tetapi pada pada 30 September 2023 pemohon membatalkan penarikan,” kata Arief.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi mengabulkan syarat calon presiden dan wakil presiden atau capres-cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah.
Seorang mahasiswa Universitas Surakarta bernama Almas Tsaqibbirru melayangkan gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 itu. Hakim MK mengabulkan sebagian gugatan.
“Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membaca amar putusannya, Senin 16 Oktober 2023.
MK telah menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945.
Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak termaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/menduduki jabatan yang terpilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
“Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara RI sebagaimana mestinya,” kata Anwar.
Putusan itu memang berbeda dengan putusan sebelumnya yakni gugatan dengan nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023 yang juga dibacakan pada hari ini.
MK menolak ketiga putusan itu padahal petitumnya sama yakni meminta MK melakukan uji materi terhadap UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Para penggugat mewakili Partai Solidaritas Indonesia, Partai Garuda, dan perwakilan tiga kepala daerah.
Mereka meminta mengubah Pasal 169 huruf q UU tersebut yang mengatur tentang batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun menjadi minimal 35 tahun dan memiliki pengalaman menjadi penyelenggara negara.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"