KONTEKS.CO.ID – Belakangan ini viral pemberitaan mengenai galon air minum kemasan atau AMDK yang mengandung Bisfenol A (BPA). Isu BPA ini semakin lama semakin panas.
Hal ini bermula dari unggahan video TikTok dr. Richard Lee yang menyebutkan bahwa kemasan salah satu merek air minum Indonesia masih mengandung BPA.
“Setelah ku pelajari, memang benar di Eropa itu sudah melarang penggunaan minuman galon menggunakan polikarbonat karena ada cemaran BPA-nya,” ujar dr. Richard Lee melalui unggahan di akun TikTok pribadinya (@drrichardlee), dikutip pada Selasa, 31 Oktober 2023.
“Dan sangat mengejutkan sekali, merek terbesar di Indonesia masih menggunakan polikarbonat yang di dalamnya masih ada cemaran BPA-nya,” lanjut dr. Richard.
Dan hingga kini, kampanye negatif Bisfenol A (BPA) terus bergulir. Banyak pihak menyebutkan bahwa pihak-pihak tertentu sengaja menghembuskan isu negatif tersebut untuk menjatuhkan produk pesaingnya.
Melansir dari Mayo Clinic, BPA adalah bahan kimia industri untuk membuat plastik polikarbonat dan resin epoksi sejak 1950 silam. Umumnya, plastik polikarbonat dan resin epoksi digunakan sebagai wadah makanan, botol minum, botol air plastik, hingga produk kebersihan.
Reaksi Profesor ITB soal Isu BPA
Namun, dua profesor dari dua universitas ternama di Indonesia mengaku tidak terpengaruh oleh isu BPA tersebut.
“Saya dan semua yang di ITB di sini saya perhatikan pakai galon polikarbonat. Semua aman dan sehat walafiat,” jelas Prof. Dr. Achmad Zainal Abidin.
“Kita tidak terimbas dari isu itu (BPA) karena kita bergerak dengan ilmu pengetahuan bukan dengan isu,” ujar Pakar Polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut dalam sebuah talkshow radio swasta baru-baru ini.
Dia mengatakan bahwa masyarakat sudah mengonsumsi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) galon polikarbonat ini selama 40 tahun lebih.
“Tapi, sampai hari ini tidak ada single kasus yang juga muncul. Saya kira itu catatan penting ya bagi semua orang yang menyebarkan isu bahaya galon polikarbonat ini,” katanya.
Menurutnya, dalam ilmu polimer, polikarbonat itu merupakan bahan plastik yang aman baik untuk bungkus atau kemasan makanan maupun minuman.
“Saat ini ada orang mensosialisasikan galon BPA free. Itu tidak berarti aman untuk kesehatan. Karena, etilen glikol yang ada dalam kemasan itu juga berbahaya,” tuturnya.
Dia mengutarakan galon polikarbonat termasuk pembungkus atau wadah yang bagus.
“Dari sisi properties thermal, sifat dari bahan polikarbonat terhadap suhu atau temperatur, kemasan ini termasuk kuat,” jelasnya.
Begitu juga dari sisi properties terhadap mekanik seperti gesekan, benturan, goresan, polikarbonat itu termasuk bahan plastik yang bagus dan kuat.
“Nah, sekarang orang ribut dengan BPA, yang seharusnya masyarakat itu jangan ditakut-takuti dan harus dikasih informasi yang benar. Karena itu kan sudah diatur oleh BPOM. Jadi, kita harus memberikan informasi yang benar agar masyarakat bisa tenang, tentram dan enaklah,” katanya.
Reaksi Pakar Hukum Persaingan Usaha
Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH. M.Li, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan pakar hukum persaingan usaha, yang juga menjadi narasumber di acara tersebut juga menyampaikan hal serupa.
“Di keluarga saya itu separuhnya dokter, tapi nggak mati tu gara-gara minum air galon polikarbonat. Kami menganggap isu itu sebagai jokes saja. Tapi, kan tidak semua seperti keluarga kami dalam menyikapi isu ini,” katanya.
“Yang di luar itu gimana? Dan kalau suatu kondisi munculnya monopoli dalam satu pasar karena ada statement atau ketentuan yang belum teruji, so unfair,” ucapnya.
Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait mengatakan cara-cara persaingan bisnis seperti menyebarkan isu hoax galon Polikarbonat itu merupakan persaingan dagang yang tidak sehat.
“Saya khawatirkan dari perang yang tidak fair itu adalah dampaknya kepada masyarakat yang jadi takut meminumnya. Beda dengan kita orang akademisi yang akan menanyakan apa evidence based-nya dari isu tersebut,” tegasnya.
Dalam dunia hukum persaingan usaha, kata Ningrum, itu namanya unfair business practices.
“Kalau ada yang jahat misalnya di dalam karung itu ditaruh batu, itu betul-betul cara yang brutal banget, pidana. Tapi ada cara-cara yang sophisticated dengan menyudutkan satu produk, it’s so unfair,” cetusnya.
Jadi jika terjadi kekacauan di masyarakat hanya karena ada pihak-pihak tertentu yang menyebarkan isu yang tidak benar melalui media sosial harus berlaku tindakan hukum.
“Kalau anda mengeluarkan statement-statement yang tidak benar dan tidak berdasarkan bukti, pasti ada delik aduannya. Jadi, saya lebih percaya edukasi, pemerintah berperan, literasi ditingkatkan, don’t worry,” katanya.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"