KONTEKS.CO.ID – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni turut komentar mengenai pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendesak agar kasus korupsi e-KTP dihentikan.
Pernyataan ini disampaikan Agus Rahardjo yang merupakan Ketua KPK periode 2015-2019 dalam wawancara khusus dengan Rosiana Silalahi. Karena itu, Ahmad Sahroni mempertanyakan kenapa hal ini baru diungkap sekarang.
“Kenapa baru sekarang Pak Agus mantan Ketua KPK mengatakan hal yang dialami, kenapa dan why,” kata Sahroni kepada media pada Jumat, 1 Desember 2023.
Sahroni menyayangkan kenapa Agus Rahardjo baru mengungkap hal itu sekarang. Apa maksud dari mantan ketua KPK baru mengungkap saat ini. Padahal bila ini disampaikan dulu, akan lebih jelas.
“Kalau dulu kan lebih jelas, Pak Agus sebagai Ketua KPK bicara dengan Presiden tapi membocorkan sekarang. Kita nggak paham apa maksudnya Pak Agus tiba-tiba bicara hal demikian,” katanya.
Agus Rahardjo mengakui pernah dipanggil dan diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP). Dalam kasus ini KPK menjerat Setya Novanto atau Setnov sebagai tersangka.
Novanto adalah Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar. Partai ini pada 2016 bergabung jadi koalisi pendukung Jokowi. Meski begitu, status hukum Setnov sebagai tersangka diumumkan secara resmi oleh KPK pada Jumat, 10 November 2017.
Agus Rahardjo sempat meminta maaf karena persoalan ini harus dia jelaskan. Saat itu dia dipanggil sendiran oleh Presiden Jokowi di masjid kecil.
“Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretariat Negara). Jadi, saya heran ‘biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian’. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil,” ujar Agus dalam program Rosi, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat, 1 Desember 2023.
“Itu di sana begitu saya masuk Presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak ‘hentikan’. Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan,” ujar Agus.
Agus tidak bisa menjalankan perintah Presiden Jokowi , ini karena Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) sudah ditandatangani pimpinan KPK pada tiga minggu sebelum pertemuan tersebut.
“Saya bicara (ke Presiden) apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, di KPK itu enggak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), enggak mungkin saya memberhentikan itu,” kata Agus.
Agus menegaskan hal tersebut sebagai sebuah kesaksian. Ia mengaku telah menceritakan kejadian dimaksud kepada koleganya di KPK.
“Saya bersaksi, itu memang terjadi yang sesungguhnya. Saya alami sendiri. Saya awalnya tidak cerita pada komisioner yang lain tapi setelah beberapa lama itu kemudian saya cerita,” katanya.
Menurut Agus kejadian akhrinya berimbas pada diubahnya Undang-undang KPK. Dalam revisi UU KPK. Ada sejumlah ketentuan penting yang diubah. KPK di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan SP3.
“Kemudian karena tugas di KPK seperti itu ya makanya saya jalan terus. Tapi, akhirnya dilakukan revisi undang-undang yang intinya ada SP3, kemudian di bawah Presiden, mungkin waktu itu Presiden merasa ini Ketua KPK diperintah Presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu,” ujar Agus.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"