KONTEKS.CO.ID – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan tiga pernyataan penting terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang viral di media. Sebelum Agus Rahardjo mengaku Presiden Jokowi marah dan meminta penghentian penyidikan kasus korupsi e-KTP.
Berikut tiga pernyataan resmi Presiden Jokowi terkait dengan tudingan bahwa ia marah kepada Agus Rahardjo dan meminta penghentian penyidikan kasus korupsi e-KTP.
1. Lihat Berita Tahun 2017
“Pertama coba dilihat, dilihat di berita-berita tahun 2017 di bulan November. Saya sampaikan saat itu Pak Novanto, Pak Setya Novanto ikut proses hukum yang ada. Jelas, berita itu ada semuanya,” ujar Jokowi di Istana Negara pada Senin, 4 Desember 2023.
2. Proses Hukum Berjalan
“Yang kedua, buktinya proses hukum berjalan,” kata Jokowi.
3. Setya Novanto Dihukum Berat
“Yang ketiga, Pak Setya Novanto juga sudah dihukum, divonis dihukum berat 15 tahun ya. Untuk apa diramaikan itu, kepentingan apa diramaikan itu, untuk kepentingan apa. Dah gitu aja,” kata Jokowi.
Jokowi Tak Pernah Bertemua Agus Rahardjo
Dalam kesempatan ini, wartawan bertanya kepada Presiden Jokowi,apakah pertemuan dengan Agus Rahardjo terjadi. Apalagi saat itu dirinya sempat marah karena meminta kasus korupsi e-KTP dihentikan.
“Saya suruh cek, saya sehari itu berapa puluh pertemuan, saya suruh cek di Setneg, nggak ada. Agenda yang di Setneg nggak ada. Tolong dicek lagi aja,” kata Jokowi.
Sementara saat ditanya tanggapan soal pernyataan Agus Rahardjo yang disampaikan baru-baru ini, Jokowi tidak bersedia memberi tanggapan.
“Nggak mau menanggapi itu saya,” kata Jokowi sambil tertawa.
Agus Rahardjo yang merupakan Ketua KPK periode 2015-2019 dalam wawancara khusus dengan Rosiana Silalahi mengatakan pernah dipanggil dan diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP). Dalam kasus ini KPK menjerat Setya Novanto atau Setnov sebagai tersangka.
Novanto adalah Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar. Partai ini pada 2016 bergabung jadi koalisi pendukung Jokowi. Meski begitu, KPK resmi mengumuman resmi status hukum Setnov sebagai tersangka pada 10 November 2017.
Agus Rahardjo sempat meminta maaf karena persoalan ini harus dia jelaskan. Saat itu dia dipanggil sendiran oleh Presiden Jokowi di masjid kecil.
“Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretariat Negara). Jadi, saya heran ‘biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian’. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil,” ujar Agus dalam program Rosi, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat, 1 Desember 2023.
“Itu di sana begitu saya masuk Presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak ‘hentikan’. Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan,” ujar Agus.
Agus tidak bisa menjalankan perintah Presiden Jokowi , ini karena Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) sudah ditandatangani pimpinan KPK pada tiga minggu sebelum pertemuan tersebut.
“Saya bicara (ke Presiden) apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, di KPK itu enggak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), enggak mungkin saya memberhentikan itu,” kata Agus.
Agus menegaskan hal tersebut sebagai sebuah kesaksian. Ia mengaku telah menceritakan kejadian dimaksud kepada koleganya di KPK.
“Saya bersaksi, itu memang terjadi yang sesungguhnya. Saya alami sendiri. Saya awalnya tidak cerita pada komisioner yang lain tapi setelah beberapa lama itu kemudian saya cerita,” katanya.
Menurut Agus kejadian akhrinya berimbas pada perubahan Undang-undang KPK. Ada sejumlah ketentuan penting yang berubah dalam revisi UU KPK. Misalnya, KPK di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan SP3.
“Kemudian karena tugas di KPK seperti itu ya makanya saya jalan terus. Tapi, akhirnya dilakukan revisi undang-undang yang intinya ada SP3, kemudian di bawah Presiden, mungkin waktu itu Presiden merasa ini Ketua KPK diperintah Presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu,” ujar Agus.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"