KONTEKS.CO.ID – Pernyataan “ndasmu etik” yang capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, lontarkan berujung panjang. Ia dinilai sebagai politikus medioker, bukan seorang negarawan.
Sekadar informasi, Prabowo mengatakan “ndasmu etik” sewaktu menghadiri Konsolidasi Partai Gerindra di JIEXPO, Kemayoran, Jakarta, Jumat 15 November 2023.
Potongan videonya viral di media sosial X, salah satunya yang terunggah oleh akun @ARSIPAJA. Saat itu, Menhan yang masih menjabat itu tengah memberikan kata sambutan yang tertujukan kepada para kadernya.
Prabowo pun menyinggung soal etik. “Gimana perasaan Mas Prabowo soal etik, etik, etik. ‘Ndasmu Etik’,” kata Prabowo yang tersambut tepuk tangan dan riuh tawa para kader Gerindra.
Pernyataan Prabowo di kegiatan internal Gerindra pun mendapat respons keras dosen Departemen Politik Fisip Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman.
Airlangga menilai apa yang Prabowo sampaikan memperlihatkan bahwa yang bersangkutan cuma sebatas politisi medioker. Pernyataannya tersebut jauh dari sikap negarawan.
“Respons Prabowo memperlihatkan Beliau hanyalah politisi medioker dan jauh dari sikap negarawan,” ungkapnya, Sabtu 16 Desember 2023.
Bukan Tokoh Negarawan
Lebih lanjut ia menjelaskan, capres nomor urut 2 tak mencirikan ketokohan seorang negarawan. Sebab Ketum DPP Gerindra itu tidak pandai memosisikan diri serta mengedepankan etika tingkah laku bernegara.
“Seorang negarawan adalah figur yang meletakkan prinsip-prinsip etika republik, atau kepantasan politik bersendikan pada prinsip republikanisme dalam laku bernegara,” paparnya.
Airlangga berpendapat, Prabowo terkesan acuh menanggapi peristiwa politik sehubungan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai pendampingnya.
Padahal, tegas dia, lolosnya putra Presiden Jokowi itu tak lepas dari pelanggaran etik berat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman. Sementara publik mengetahui Hakim MK, Anwar Usman adalah Paman Gibran.
Prabowo, sambung dia, sudah mengabaikan prinsip kepantasan politik dalam posisinya sebagai politisi.
“Kita garisbawahi kandidasi Gibran sebagai cawapres berhubungan erat dengan keputusan MK soal perubahan syarat capres-cawapres yang oleh MKMK terputuskan sebagai pelanggaran etika berat,” ujar Airlangga.
Menurutnya, Prabowo tidak seharusnya menjawab pertanyaan soal etika politik dengan pernyataan “ndasmu etik”. Karena pertanyaan ini berhubungan dengan penegasan raison d’etre tujuan berdirinya NKRI yang Presiden Soekarno tegaskan dalam Pidato Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945.
Mengutip pidato Soekarno, ia mengatakan, tatanan politik Indonesia mengambil sistem republik bukan kerajaan atau monarki. Dengan demikian, siapa yang menjadi presiden tidak bisa menggunakan cara sedemikian rupa untuk mengajukan anaknya sebagai pengganti pucuk pemimpin.
Walaupun tidak identik dengan apa yang Soekarno utarakan dengan fenomena saat ini, Airlangga mengatakan, kasus etika politik yang pertanyaannya tertuju ke Prabowo sangat berhubungan dengan prinsip republik yang Bung Karno tegaskan.
“Kita melihat pernyataan Prabowo seorang politisi yang mengabaikan prinsip etika republikanisme. Bahkan etika Pancasila yang Bung Karno tegaskan,” tandasnya.
Lantas Airlangga mempertanyakan kepantasan Prabowo untuk menjadi pimpinan negara. Alasannya, belum menjadi kepala negara tapi ia sudah mengabaikan pondasi etika politik seperti yang ada dalam prinsip-prinsip dasar Pancasila.
Pembelaan Dahnil Anzar Terkait Pernyataan “Ndasmu Etik”
Juru Bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, menjelaskan, Prabowo Subianto hanya sekadar bercanda saat melontarkan ucapan “ndasmu etik”.
Dahnil menegaskan, ucapan tersebut tidak ada hubungannya dengan dua lawan politik Prabowo di Pilpres 2024.
“Pak Prabowo senang bercanda, itu bercandaan Pak Prabowo ke kader-kader Gerindra, 1.000 persen becanda. Hubungannya dengan Pak Ganjar baik, dengan Pak Anies (juga) baik. Bercanda ke sesama sahabat,” bela Dahnil, Sabtu 16 Desember 2023.
Karena itu, ia meminta semua pihak tidak membawa pernyataan itu ke perasaan dalam berpolitik.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"