KONTEKS.CO.ID – KPU dinilai melanggar UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (P3), karena menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka.
Pernyataan itu disampaikan Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Bandung, Prof. Dr. Ratno Lukito pada sidang lanjutan di DKPP dengan teradu 7 pimpinan KPU RI, Senin, 15 Januari 2024.
“KPU yang mengeluarkan surat edaran nomor 1145 tertanggal Oktober yang ditujukan kepada pimpinan partai politik peserta Pemilu 2024, untuk memedomani Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 merupakan tindakan yang menyalahi UU 12/2011,” ujar Ratno.
Dia mengatakan, aturan mengenai pencalonan presiden dan wakil presiden sebelumnya tertuang pada PKPU 19/2023. Kemudian KPU mengubahnya menjadi PKPU 23/2023.
Anehnya, aturan tersebut baru disahkan ketika Gibran resmi mendaftar sebagai cawapres pada 26 Oktober 2023.
Di sisi lain, beleid tersebut KPU sahkan pada 3 November atau 1 bulan setelah Gibran terdaftar sebagai pasangan calon bersama Prabowo Subianto.
“KPU sepertinya telah sengaja melakukan legal disobedience dengan tidak menaati Pasal 10 dari UU Nomor 12 tahun 2011 tersebut,” kata Ratno.
“Sehingga tindakan-tindakan yang dilakukan setelahnya pun juga melanggar peraturan yang ada,” tandas Ratno.
Dia menjelaskan, seharusnya KPU mengubah PKPU 19/2023 sebelum masa pendaftaran capres-cawapres.
Sebab, pasca putusan MK dengan Perkara 90/PUU-XXI/2023, KPU masih memiliki waktu yang cukup panjang untuk mengubahnya. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"