KONTEKS.CO.ID – Ekonom Faisal Basri menyebutkan setidaknya ada 15 menteri dalam Kabinet Indonesia Maju (KIM) yang akan meninggalkan Presiden Jokowi. Karena sudah luar biasa kerusakan yang dilakukan Jokowi.
Dalam keterangan kepada CNBC Indonesia, Faisal Basri menyebut telah mendengar kabar kalau Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang secara moral paling siap untuk mundur.
“Kita sudah sebut dua (Sri Mulyani dan Basuki Hadimuljono), kemudian yang hampir pasti Pak Mahfud, menteri-menteri PDI Perjuangan lima, menteri PKB dua jadi 10, menteri PPP tidak saya masukan karena menteri Bappenas ini sudah berlawanan dengan pengurus PPP sekarang. Ditambah satu dari Nasdem Ibu Siti, kemudian saya lihat-lihat yang potensial juga karena beberapa pertimbangan, Bu Retno, Pak Tasrif, tapi kira-kira 15,” kata Faisal Basri pada Rabu, 17 Januari 2024.
Menurut Faisal Basri, menteri-menteri yang tergolong teknokrat jauh lebih siap untuk mundur dibanding menteri dari partai politik.
“Pertama yang saya tekankan adalah para menteri yang tergolong teknokrat, soalnya kalau dari partai agak susah ya,” katanya.
Faisal Basri menyampaikan harusnya lima menteri dari PDI Perjuangan segera mundur. Juga dua menteri dari PKB yang saat ini partai mereka sudah berbeda pandangan.
“Sebenarnya ada 5 dari PDI Perjungan yang berseberangan ya mundur gitu kan. Kemudian ada dua dari PKB mundur juga dong, sudah beda pandangan. Kemudian satu dari Nasdem,” katanya.
Dijelaskan Faisal Basri kalau beberapa menteri yang tergolong teknokrat memang sudah siap mundur. Apagi Kementerian ESDM yang banyak diintervensi. Bahkan sudah tak memiliki daya karena terlalu banyak intervensi yang terjadi.
“Kemudin beberapa menteri lain yang tergolong teknokrat itu misalnya Kementerian ESDM, itu banyak diintervensi itu. Menterinya tidak punya daya lagi karena telalu banyak intervensi dalam kaitannya kebijakan-kebijakan,” kata Faisal Basri.
Menteri teknokrat menurut Faisal Basri, memiliki standar nilai dan etika yang tidak tertulis. Dengan intervensi untuk melanggar aturan yang tidak seditik, membuat mereka akan memilih untuk mundur. Hal ini biasa terjadi di negara-negara besar.
“Teknokrat itu memiliki standar nilai, etika tidak tertulis, kalau diminta oleh atasannya yang akhirnya melanggar aturan, ‘oh dia bilang sorry nggak mau’ kalau mau terus, saya mundur. Itu biasa di mana-mana. Di Israel begitu,” katan Faisal Basri.
“Karena ini nilai, ekonom, non ekonom juga, teknik segala macamnya, ada standar nilai, standar keilmuan. Ini sudah melampui batas, karena itu mulai ada ketidaknyamanan para menteri itu karena melanggar terus. Kalau sekali masih bisa dimaafkan, tapi terus-menerus,” katanya lagi.
Faisal Basri mengaku telah berbincang dengan beberapa menteri. Diperoleh informasi kalau Presiden Jokowi ingin berkeliling Indonesia pada 2024. Namun, anggaran untuk itu belum tersedia dalam APBN. Meski begitu, Jokowi tetap ingin hal itu dilaksanakan.
“Saya juga ngobrol dari beberapa para menteri ini, tapi saya harus bilang bukan dengan Ibu Sri Mulyani, bukan Pak Basuki, Tapi dengan yang lain,” katanya.
“Jadi saya samarkan tentu saja. Jadi Pak Jokowi ini ingin keliling Indonesia lebih intens 2024, bagikan apalah gitu ya. Wah itu anggaranya belum ada di APBN, tapi uangnya ada ngggak, ya diusahakan Pak, laksanakan,” katanya lagi.
Menurut Faisal Basri, bila hal tersebut terus dipaksakan tentu saja melanggar aturan. Bahkan sudah tergolong kejahatan.
“Itu kan kalau dilakukan crime, karena setiap sen dari APBN itu harus persetujuan, tidak bisa jumpalitan begitu,” katanya.
“Nah mulai resah, teman-teman ini untuk menyelamatkan Republik ini, orang-orang seperti itu harus mundur. Untuk menentukan jarak yang benar dan yang tidak benar harus jelas,” kata Faisal Basri lagi.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"