KONTEKS.CO.ID – Pemakzulan Presiden Jokowi sudah memenuhi syarat yang sudah tertentukan di dalam UUD 1945. Karena ia sudah berbuat tercela.
Hal ini pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, ungkapkan sehubungan merebaknya desakan pemakzulan pasca-Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan Presiden dan para menterinya berhak kampanye dan memihak pada penyelenggaran Pemilu dan Pilpres 2024.
Bivitri Susanti menegaskan, Presiden Jokowi sudah memenuhi Pasal 7a UUD 1945 terkait syarat pemberhentian presiden di dalam masa jabatannya.
Ia menyoroti perbuatan tercela sebagai salah satu pintu masuk atau syarat pemakzulan tersebut. “Pakai perbuatan tercela itu sudah masuk (syarat pemberhentian presiden) kalau menurut saya. Sebab perbuatan tercela itu jangan teranggap seperti (arti) perbuatan tercela untuk rakyat jelata kayak kita contohnya,” beber Bivitri saat diskusi bersama PBHI, baru-baru ini.
Ia mencontohkan, ada orang perempuan ke masjid pakai bikini, maka itu perbuatan tercela untuk ukuran kita. “Sedangkan untuk presiden, kita harus lihat konteks jabatannya. Apa yang patut dan tidak patut dalam jabatan itu,” tuturnya, melansir Minggu 27 Januari 2024.
Lebih lanjut Bivitri mengatakan, sikap Jokowi yang secara terang memperlihatkan keberpihakam terhadap pasangan calon pilpres tertentu adalah perbuatan tercela. Sebab ia ternilai sudah melakukan pelanggaran UU Pemilu.
Syarat Pemakzulan Presiden Jokowi Ada di UU Pemilu
Bivitri Susanti menjelaskan, dalam Pasal 282, 283 UU Pemilu disebutkan bahwa pejabat negara tak boleh bertindak menguntungkan. Atau merugikan salah satu peserta selama kampanye.
“Artinya sudah melanggar belum? Sudah! Karena itu, apakah hal itu bisa mendorong sampai pemakzulan? Menurut saya bisa,” tandasnya.
Ia pun menggarisbawahi Pasal 299 UU Pemilu yang Jokowi gunakan sebagai landasan pernyataan bolehnya presiden kampanye dan memihak.
Bivitri berpendapat, Jokowi tidak bisa menggunakan pasal tersebut untuk mengampanyekan pasangan calon tertentu. Alasannya, pasal itu untuk capres petahana. Sedangkan Jokowi saat ini bukan capres petahana.
Namun, sambung dia, Jokowi bisa ikut serta kampanye jika itu untuk parpolnya. Masalahnya Gibran dan Prabowo tidak satu partai dengan Jokowi.
“Pertanyaannya, baik Gibran maupun Prabowo dari parpol Pak Jokowi yang sekarang bukan? Bukan. Atau ayat lainnya yang bilang bahwa boleh saja, haknya itu tetap muncul kalau si presiden adalah tim kampanyenya resmi, jadi bukan saya mendukung, loh. Tapi harus resmi timnya. Boleh ikut serta,” beber Bivitri.
Menimbang itu semau, Bivitri berpendapat Presiden Jokowi telah berbuat tercela karena melanggar UU Pemilu. Hanya dia mengakui proses pelengseran tidak bisa berjalan cepat.
“Hanya bolanya dalam ruang politik formal, bukan di tangan kita tapi di DPR. Sekarang kita harus dorong DPR betul-betul memanfaatkan perubahan konfigurasi politik karena koalisi sudah berubah,” paparnya.
Ia menambahkan, proses pemakzulan bisa menjadi bukti bahwa demokrasi di Indonesia masih berjalan. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"