KONTEKS.CO.ID – Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menyoroti soal presiden dan wakil presiden serta menteri yang boleh kampanye.
Ujang mengatakan atas polemik terkait presiden dan wakil presiden boleh kampanye ini sebarnya persoalan etik. Kata Ujang, masyarakat dapat menagih kedewasaan politik Presiden Jokowi pada Pemilu 2024.
“Cuma memang harus kita tunggu jiwa kenegarawan Jokowi,” katanya kepada KONTEKS.CO.ID, Minggu, 28 Januari 2024.
Ujang menjelaskan kenegarawan Presiden Jokowi dapat ditunjuk dengan tidak menggunakan fasilitas negara ketika kampanye atau memihak kepada salah calon tertentu.
“Tidak menggunakan fasilitas negara, abuse of power, tidak menggunakan struktur pemerintahan dan negara,” jelasnya.
Ujang menambahkan Presiden Jokowi harus memberikan pendidikan politik kepada seluruh masyarakat, meski dirinya memihak kepada salah satu pasangan calon.
“Itu yang harus dilakukan Jokowi,” pungkasnya.
UU Pemilu Digugat ke MK
Advokat bernama Gugum Ridho Putra mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU 7/2017 tentang Pemilu.
Dalam gugatannya, Gugum meminta agar Presiden dilarang berkampanye jika memiliki hubungan darah atau semenda hingga derajat ketiga.
Permohonan perkaran itu teregisternya dengan nomor 166/PUU-XXI/2023. Dalam gugatannya, Gugum mengajukan perubahan 3 pasal UU 7/2017 tentang Pemilu.
Tiga pasal tersebut berkait dengan keterlibatan presiden dan wakil presiden pada kampanye Pemilu. Pasal tersebut diantaraya; pasal 299, pasal 280, dan pasal 281.
Dalam gugatannya Gugum ingin MK mengubah pada ketiga pasal tersebut.
Pasal 299 UU Pemilu ditambahkan syarat “tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta tidak memiliki potensi konflik kepentingan dengan tugas, wewenang dan hak jabatan masing-masing.”
Selanjutnya, pasal 280 ayat (2) UU Pemilu ditambahkan satu huruf. “l. presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota yang terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta memiliki konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak jabatan masing-masing.”
Kemudian, pada pasal 281 ayat (1), Gugum ingin MK menambahkan syarat larangan terhadap presiden untuk berkampanye jika memiliki hubungan terhadap salah satu kandidat.
“c. tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta tidak memiliki potensi konflik kepentingan dengan tugas, wewenang dan hak jabatan masing-masing.” ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"