KONTEKS.CO.ID – Serangan fajar pemilu haram. MUI mengharamkan praktik serangan fajar dalam pesta demokrasi lima tahunan.
Peringatan serangan fajar pemilu haram Majelis Ulama Indonesia sampaikan sehari sebelum pencoblosan pada 14 Februari 2024.
“Setelah mendengar visi misi calon dalam masa kampanye, saatnya kita kontemplasi dan memilih sesuai hati yang jernih. Meminta pertolongan Allah SWT agar memberi pemimpin yang shiddiq atau jujur, yang amanah atau dapat terpercaya,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Niam Sholeh di sela-sela Rapat Pimpinan Harian rutin MUI di Aula Buya Hamka, Jakarta, Selasa 13 Februari 2024.
Prof Niam menjelaskan, dalam memilih pemimpin juga berdasarkan pada sifat tabligh atau kemampuan eksekusi, serta fathanah atau memiliki kompetensi. Karena itu, tidak boleh memilih pemimpin berdasarkan kepada sogokan atau pemberian harta.
“Orang yang akan terpilih atau yang mencalonkan diri juga tidak boleh menghalalkan segala cara untuk dapat terpilih. Seperti menyuap atau terkenal dengan nama serangan fajar, itu hukumnya haram,” tegasnya.
Prof Niam menegaskan, praktik serangan fajar hukumnya haram bagi pelaku maupun penerimanya.
Guru Besar Ilmu Fiqih Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini menambahkan, para pelaku dan penerima serangan fajar hidupnya juga tidak berkah.
MUI, lanjut dia, juga telah menetapkan Fatwa tentang Hukum Permintaan dan atau Pemberian Imbalan atas proses pencalonan pejabat publik.
Penetapan fatwa tersebut dalam Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia di Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada 2018.
Serangan Fajar Pemilu Haram: Berikut Isi Fatwa MUI Lengkapnya
- Suatu permintaan dan/atau pemberian imbalan dalam bentuk apapun terhadap proses pencalonan seseorang sebagai pejabat publik, padahal terketahui hal itu memang menjadi tugas, tanggung jawab, kekuasaan dan kewenanganya hukumnya haram, karena masuk kategori risywah (suap) atau pembuka jalan risywah.
- Meminta imbalan kepada seseorang yang akan terusung dan/atau terpilih sebagai calon anggota legislatif, anggota lembaga negara, kepala pemerintahan, kepala daerah, dan jabatan publik lain, padahal itu terketahui memang menjadi tugas dan tanggung jawab serta kewenangannya, maka hukumnya haram.
- Memberi imbalan kepada seseorang yang akan mengusung sebagai calon anggota legislatif, anggota lembaga negara, kepala pemerintahan, kepala daerah, dan jabatan public lain, padahal itu terketahui memang menjadi tugas dan tanggung jawab serta kewenangannya, maka hukumnya haram.
- Imbalan yang terberikan dalam proses pencalonan dan/atau pemilihan suatu jabatan tertentu tersebut terrampas dan tergunakan untuk kepentingan kemaslahatan umum. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"