KONTEKS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memanggil Menteri Investasi dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam kapasitasnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.
Pemeriksaan terhadap Bahlil terkait dengan proses pencabutan dan mengaktifkan kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP) serta Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit.
Klarifikasi yang akan dilakukan KPK terhadap Bahlil ini adalah buntut dari desakan Anggota Komisi VII Mulyanto yang mendesak KPK memeriksa Bahlil.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang diminta keterangan wartawan mengatakan akan segera mempelajari informasi terkait dengan apa yang dilakukan Bahlil. KPK akan segera melakukan klarifikasi terhadap Menteri BKPM itu.
“KPK mencermati informasi yang disampaikan masyarakat atau laporan investigas majalah Tempo. KPK akan mempelajari informasi tersebut dan melakukan klarifikasi kepada para pihak yang dilaporkan mengetahui atau terlibat dalam proses perijinan tambang nikel,” ujar Alexander Marwata.
Menurut Alexander Marwata, penyidik KPK akan memulai penyelidikan masalah ini dengan melakukan koordinasi dengan Kementerian Investasi/BKPM agar proses tersebut dapat terlaksana.
“KPK akan berkoordinasi dengan Kementerian Investasi/BKPM,” ujarnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Menteri Investasi dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Pemeriksaan dalam kapasitas Bahlil sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi. Bahlil diduga melakukan penyalagunaan wewenang dalam mencabut dan mengaktifkan kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP) serta Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit di beberapa daerah.
“Keberadaan satgas penataan penggunaan lahan dan penataan investasi juga tumpang tindih. Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan kepres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi,” kata Mulyanto.
Mulyanto menilai keberadaan satgas yang dipimpin Bahlil sarat kepentingan politik. Apalagi pembentukannya jelang kampanye pilpres 2024. Sehingga Mulyanto menenggarai pembentukan satgas ini sebagai upaya legalisasi pencarian dana pemilu untuk salah satu peserta pemilu.
“Terlepas dari urusan politik saya melihat keberadaan satgas ini akan merusak ekosistem pertambangan nasional. Pemerintah terkesan semena-mena dalam memberikan wewenang ke lembaga tertentu.
Urusan tambang yang harusnya jadi wewenang Kementerian ESDM kini diambil alih oleh Kementerian Investasi. Padahal terkait pengelolaan tambang tidak melulu bisa dilihat dari sudut pandang investasi tapi juga terkait lingkungan hidup dan kedaulatan pemanfaatan sumber daya alam nasional,” ujar Mulyanto.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"