KONTEKS.CO.ID – Kementerian Agama (Kemenag) RI menganggap Gus Miftah gagal paham dan asal bunyi atau asbun karena berbicara soal larangan menggunakan speaker saat tadarus Alquran di bulan Ramadan.
Pernyataan Gus Miftah saat ceramah di Bangsri, Sukodono, Sidoarjo, Jawa Timur, membuat Kemenag harus mengeluarkan pernyataan. Ini karena Gus Miftah serampangan bicara karena membandingkan penggunaan speaker dengan dangdutan.
Menurut Gus Miftah, penggunaan speaker di bulan Ramadan dibatasi, sementara dangdutan yang disebutnya tidak dilarang bahkan hingga jam 1 pagi.
“Gus Miftah tampak asbun dan gagal paham terhadap surat edaran tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musalla. Karena asbun dan tidak paham, apa yang disampaikan juga serampangan, tidak tepat,” Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie dikutip dari situs Kemenag pada Rabu, 13 Maret 2024.
Anna Hasbie meminta agar Gus Miftah memahami surat edaran yang telah dikeluarkan Kemenag. Karena yang disampaikan Gus Miftah kepada jemaah merupakan bentuk provokasi, apalagi membandingkan dengan dangdutan.
“Sebagai penceramah, biar tidak asbun dan provokatif, baiknya Gus Miftah pahami dulu edarannya. Kalau nggak paham juga, bisa nanya agar mendapat penjelasan yang tepat. Apalagi membandingkannya dengan dangdutan, itu jelas tidak tepat dan salah kaprah,” katanya.
Kementerian Agama pada 18 Februari 2022 menerbitkan Surat Edaran Nomor SE. 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Edaran ini bertujuan mewujudkan ketenteraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama dalam syiar di tengah masyarakat yang beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya.
Edaran ini mengatur tentang penggunaan pengeras suara dalam dan pengeras suara luar. Salah satu poin edaran tersebut mengatur agar penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan, baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah atau kajian Ramadan, dan tadarrus Alquran menggunakan pengeras suara dalam.
“Edaran ini tidak melarang menggunakan pengeras suara. Silakan tadarrus Alquran menggunakan pengeras suara untuk jalannya syiar. Untuk kenyamanan bersama, pengeras suara yang digunakan cukup menggunakan speaker dalam,” kata Anna Hasbie.
Menurutnya, ini bukan edaran baru, pengaturan ini bahkan sudah ada sejak 1978. Bentuknya adalah Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978.
Dalam istruksi itu diatur bahwa saat Ramadan, siang dan malam hari, bacaan Alquran menggunakan pengeras suara ke dalam.
Edaran ini dibuat tidak untuk membatasi syiar Ramadan. Giat tadarrus, tarawih, dan qiyamul lail selama Ramadan sangat dianjurkan. Penggunaan pengeras suaranya saja yang diatur, justru agar suasana Ramadan menjadi lebih syahdu.
“Kalau suaranya terlalu keras, apalagi antar masjid saling berdekatan, suaranya justru saling bertabrakan dan menjadi kurang syahdu. Kalau diatur, insya Allah menjadi lebih syahdu, lebih enak didengar, dan jika sifatnya ceramah atau kajian juga lebih mudah dipahami,” katanya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"