KONTEKS.CO.ID – Gugatan yang diajukan orang tua anak penginab cerebral palsy, Pipit Sri Hartanti dan Supardji perihal legalisasi ganja untuk keperluan medis di tolak Mahkamah Konstitusi (MK).
Adapun sidang putusan perkara nomor 13/PUU-XXII/2024 tersebut dengan pimpinan Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta, pada Rabu, 20 Maret 2024.
Putusan MK ini sama dengan gugatan terkait legalisasi ganja medis sebelumnya.
Dalam permohonannya, para pemohon menilai penggunaan ganja medis sebagai terapi untuk pengobatan. Namun, hal itu terhalang oleh aturan.
Pemohon pun meminta Pasal 1 angka 2 UU 8/1976 ternyata bertentangan dengan Pasal 28H ayat 2 UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Hakim MK mengatakan isu konstitusionalitas dari pemohon sudah jelas sehingga tidak ada relevansi meminta keterangan pihak-pihak.
Ia pun menjelaskan, isu konstitusionalitas permohonan ini pada pokoknya sama dengan perkara 106/PUU-XVIII/2020, yakni terkait penggunaan ganja untuk layanan kesehatan.
Sebab, belum adanya bukti ihwal dalam pengkajian dan penelitian secara komprehensif pasca putusan MK tersebut.
“Maka keinginan untuk menjadikan ganja atau zat kanabis untuk layanan kesehatan sekali lagi ihwal tersebut sulit jadi pertimbangkan dan Mahkamah belum bisa membenarkan dengan alasan rasionalitasnya,” ujar Hakim MK Guntur Hamzah.
Kendati begitu, hakim MK meminta pemerintah melakukan kajian terkait penggunaan ganja medis. Menurutnya, hal itu penting supaya isu ganja medis tersebut bisa terjawab secara ilmiah.
MK Memutuskan Menolak
MK pun memutuskan untuk menolak permohonan pemohon secara keseluruhan beranjak dari berbagai pertimbangan.
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo.
Melegalisasi Ganja untuk Keperluan Medis
Sebelumnya Pipit Sri Hartanti dan Supardi meminta MK melegalisasi ganja untuk keperluan medis. Karena salah satu anak mereka mengalami cerebral palsy sejak kecil.
Mereka menggugat UU 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 Beserta Protokol yang Mengubahnya.
Pengacara Pipit-Supardi, Singgih Tomi Gumilang, mengatakan kliennya telah melakukan upaya untuk kesembuhan sang anak.
Terapi menggunakan minyak dari formulasi cannabis atau ganja dengan kandungan cannabidiol dan THC dinulai efektif kepada anak yang menderita gangguan motorik kompleks.
“Penggolongan zat narkotika merupakan hak setiap negara sepanjang dilakukan dengan niat baik untuk pengembangan layanan kesehatan dan kemampuan mengontrol zat dengan memastikan izin edar sesuai dengan peruntukannya,” ujar Singgih dalam sidang sebelumnya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"