KONTEKS.CO.ID – Bareskirm Polri mengungkat jaringan internasional tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus mengirim mahasiswa untuk magang ke Jerman melalui program ferien job.
Pengungkapan ini telah dipublikasikan sejak Selasa, 19 Maret 2024. Bareskrim menetapkan lima orang sebagai tersangkanya.
Mereka adalah dua orang wanita asal Jerman berinisial ER alias EW (39) dan A alias AE (37). Sementara tiga orang adalah WNI berinisial SS (65), MZ (60), dan AJ 952).
“Berkoordinasi dengan pihak Divhubinter dan KBRI Jerman untuk penanganan terhadap dua tersangka asal Jerman,” ujar Djuhandhani dikutip pada Jumat, 29 Maret 2024.
Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, para pelaku ini mempekerjakan mahasiswa Indonesia secara non prosedural. Hal ini yang membuat korban menjadi tereksploitasi.
Djuhandhani menjelaskan, kasus ini terungkap karena informasi dari KBRI Jerman. Mereka menelusuri program ferien job yang disampaikan mahasiwa asal Indonesia saat berkunjung ke KBRI di Jerman.
Setelah dilakukan pendalaman, ternyata program ini diikuti 33 universitas yang ada di Indonesia. Total mahasiswa yang sudah diberangkatkan sebanyak 1.047.
Mereka difasilitasi oleh tiga agen tenaga kerja Jerman.
Polisi melalui Satgas TPPO Dittipidum Bareskrim mengembangkan penyelidikan dan penyidikan. Diperoleh fakta kalau mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT Cvgen dan PT SHB.
Mahasiswa yang setuju untuk magang, harus membayar biaya pendaftaran sebesar Rp150 ribu ke rekening atas nama CV Gen dan diharuskan membayar 150 euro untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
Mereka diminta untuk segera membayar dan diberi waktu sekitar dua pekan. Alasanya karena telah diterima oleh agency runtime yang berada di Jerman.
Pembuata LOA selam dua pekan, dan kemudian korban harus membayar 200 euro kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas jerman (working permit). Terbit selama satu sampai dua bulan, dan ini sebagai persyaratan pembuatan visa.
Korban kembali harus membayar menggunakan dana talangan sebesar Rp30-50 juta yang akan dipotong dari peneriman gaji setiap bulan.
Setelah berada di Jerman, mahasiwa ini langsung disodorkan kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman. Isi perjanjian sengaja tidak jelaskan agar korban tidak memahami ketentuan yang berlaku.
“Mahasiswa sudah berada di Jerman, sehingga mau tidak mau menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut,” ujar Djuhandhani.
Dalam kontrak kerja, terungkap bahwa biaya penginapan dan transportasi selama berada di Jerman dibebankan kepada para mahasiswa yang nantinya akan dipotong dari gaji.
Ferien job dilaksanakan dalam kurun waktu selama tiga bulan. Magang ini bukan bagian program MBKM (merdeka belajar kampus merdeka) dari Kemendikbudristek. Ini karena ferien job tidak memenuhi kriteria magang di luar negeri.
Program tersebut sebenarnya pernah diajukan ke kementerian namun ditolak mengingat kalender akademik yang ada di Indonesia tidak sama dengan kalender akademik yang ada di Jerman.
Selain itu, mekanisme program pemagangan dari luar negeri harus melalui usulan dari KBRI atau Kedubes negara terkait.
“Jika dinilai bermanfaat dan sesuai dengan kebijakan yang ada di lingkungan Kemendikbudristek, maka akan diterbitkan surat endorsement bagi program tersebut,” ujarnya.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"