KONTEKS.CO.ID – Pernyataan Prabowo Subianto yang meminta agar pihak-pihak yang tidak bersedia kerja sama tidak mengganggu pemerintahannya merupkan signal yang kurang baik.
Selain itu, Prabowo juga meminta agar mereka yang tetap ingin menonton harus jadi penonton yang baik.
Menurut Koordinator Pergerakan Advokat Nusatara atau Perekat Nusantara, Petrus Selestinus, sikap Prabowo Subianto merupakan signal kuat kalau Prabowo tidak siap mempimpin pemerintahan dengan cara demokratis dan konstitusional.
Petrus Selestinus menyampaikan, pernyataan Prabowo beberapa saat setelah Ganjar-Mahfud mendeklarasikan diri menjadi oposisi dan diperkuat pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kalau PDIP beroposisi pada pemerintahan hasil pemilu 2024.Â
Ppernyataan Prabowo “jangan ganggu pemerintahannya nanti”, menjadi kontraproduktif karena memperlihatkan watak arogan, anti demokrasi dan otoriter demi menutup-nutupi kerusakan yang ditimbulkan oleh proses pemilu 2024 yang cacat hukum, etika dan moral yang hingga kini masih disoal publik.
Oposisi Ganjar Diapresiasi
Petrus Selestinus mengapresiasi sikap tegas Ganjar-Mahfud tentang posisi politik yang diambil pasca Pilpres 2024, untuk berada di luar dan menjadi oposisi terhadap Pemerintahan hasil Pemilu 2024.
Mengapa diapresiasi, karena di tengah mayoritas politisi yang obral murah harga diri Partai Politik dan kepentingannya dan hanya mau menjadi loyalis Pemerintahan hasil Pemilu 2024,Ganjar-Mahfud dan PDIP memilih jalan oposisi.Â
Pernyataan Ganjar-Mahfud, ingin beroposisi tentu tidak bermaksud mendahului hasil akhir proses sengketa Perbuatan Melawan Hukum dan Tindakan Faktual KPU dalam Pilpres 2024 yang sedang digugat di PTUN Jakarta, dan Pengadilan lain, sehingga otomatis menempatkan status Capres-Cawapres Prabowo-Gibran menjadi “obyek sengketa” di Pengadilan.
“Kesiapan menjadi oposisi yang dideclare langsung oleh Ganjar-Mahfud, sebagai sikap kesatria demi menjaga kohesivitas sosial masyarakat khususnya para relawan yang masih setia kepada perjuangan Ganjar-Mahfud dan PDIP demi memperbaiki kondisi negara yang sedang rusak parah,” kata Petrus Selestinus dalam ketarangan pada Senin, 13 Mei 2024.
Menurutnya, seluruh elemen relawan khususnya relawan Ganjar-Mahfud diharapkan untuk menggabungkan diri atau membentuk barisan oposisi bersama Ganjar-Mahfud demi memperkuat peran oposisi yang bakal dilakukan oleh beberapa Partai Politik seperti PDIP dan Partai Politik lain di DPR nanti.
Perlu Oposisi Garis Keras
Petrus Selestinus berpendapat, dengan memperhatikan kerusakan yang ditimbulkan selama proses pemilu 2024 dan dampaknya pada kemerosotan dan kerusakan sistem demokrasi, kedaulatan rakyat dan konstitusi, maka diperlukan oposisi yang kuat dan bahkan kalau perlu oposisi “garis keras”.
Perlunya oposisi yang kuat dan beraliran “garis keras” di dalam dan di luar Parlemen, karena realitas politik menunjukan watak dan perilaku pragmatisme telah mengidap di hampir seluruh Partai Politik, bahkan tanpa malu-malu meminta-minta jatah atau ditawarkan jatah kursi di Kabinet asal ingin jadi loyalis pemerintah.Â
“Oleh karena itu sangat diperlukan oposisi “Garis Keras” terhadap Pemerintahan ke depan, karena bagaimanapun pemerintahan hasil Pemilu 2024, berada di atas puing-puing kehancuran sistem demokrasi dan konstitisi yang diciptakan melalui kepemimpinan Jokowi yang sarat dengan politik dinasti, nepotisme dan kroniisme,” katanya.
Nepotisme Bermetamorfosis
Politik Dinasti dan Nepotisme menurut Petrus Selestinus bakal bermetamorfosis menjadi sistem yang permanen, padahal hukum positif kita melarang dan mengancam dengan pidana penjara dan ini menjadi ancaman terbesar dengan daya rusak yang tinggi terhadap konstitusi.Â
Karena itu pembentukan dan pengorganisasian oposisi harus disiapkan secara matang, karena kita tidak boleh tarik gigi mundur dan membiarkan kerusakan secara terstruktur, sistimatis dan masif terhadap sistem demokrasi, konstitusi dan kedaulatan rakyat demi tumbuh suburnya politik dinasti dan nepotisme bermetamorfosis menjadi sistem yang permanen.
“Kita tidak boleh membiarkan Ganjar-Mahfud berjalan sendirian menjadi oposisi, melainkan perlu diperkuat dengan dukungan publik yang meluas, karena proses pengrusakan hingga terjadi anomali terhadap demokrasi, konstitusi dan penegakan hukum masih terus berlangsung, tidak bisa lagi dibendung dengan cara-cara yang biasa,” katanya.
“Jika anomali dan pengrusakan terhadap demokrasi, konstitusi dan penegakan hukum dibiarkan berjalan terus, dikhawatirkan dinasti politik, nepotisme dan kroniisme akan bermetamorfosa menjadi sebuah sistem yang dilegalkan yang pada gilirannya akan menghancurkan cita-cita reformasi, cita-cita proklamasi dan tujuan negara,” katanya lagi.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"