KONTEKS.CO.ID – Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) menilai hasil lelang aset kasus Jiwasraya yang menghasilkan Rp1,945 triliun terlalu kecil. Sebab, potensi pendapatan dari lelang aset saham PT Gunung Bara Utama mencapai Rp11,6 triliun.
Koordinator KSST Ronald Loblobly mengatakan, berdasarkan laporan JORC pada Desember 2012, PT Gunung Bara Utama memiliki cadangan resources 372 juta metrik ton (MT) dengan total reserves 101,88 juta MT.
Sedangkan meminjam penilaian pihak pemenang lelang — dalam hal ini MMS dalam resources company profile 2023, total reserves PT Gunung Bara Utama sebanyak 70.68 juta MT.
Jika memakai pendekatan metode stripping cost dari jumlah unit produksi maupun berdasarkan perkiraan proporsi cadangan batubara, dengan asumsi harga batubara sebesar USD70 per MT, KSST menghitung potensi nilai keekonomian mencapai Rp8,481 triliun.
“Nilai tersebut dapat lebih besar mengingat Harga Acuan Ditjen Minerba ESDM (HBA) pada saat dilakukan lelang tanggal 8 Juni 2023, harga batubara PT Gunung Bara Utama adalah senilai USD151,34 per MT,” ujar Ronald via telepon.
Selain itu, berdasarkan laporan keuangan Kantor Akuntan Publik (KAP) Anwar dan Rekan per 31 Desember 2018, konsesi pertambangan batubara PT Gunung Bara Utama memiliki fasilitas pertambangan dan infrastruktur senilai Rp1.770.392.446.409.
Pinjaman dari Adaro Group
Nilai fasilitas pertambangan dan infrastruktur bertambah besar karena pada 5 Juli 2019 Adaro Capital Limited memberikan pinjaman dana sebesar USD100 juta atau setara Rp1,4 triliun kepada PT Gunung Bara Utama melalui PT Trada Alam Mineral Tbk (TRAM).
Pinjaman itu untuk membangun jalan hauling dari PT Gunung Bara Utama menuju wilayah kerja tambang milik Adaro Group.
“Berdasarkan fakta ini, nilai total pembiayaan fasilitas pertambangan dan infrastruktur milik PT Gunung Bara Utama adalah sebesar Rp3.170.392.446.409,” ujar Ronald.
Ia menambahkan, kelompok usaha Adaro punya kepentingan di balik peminjaman dana USD100 juta. Adaro, kata dia, punya target potensial melewati jalan hauling PT Gunung Bara Utama sebanyak 600 juta MT batubara.
Jumlah itu bersumber dari PT Maruwai Coal, PT Laung Tuhup Coal, PT Jangkat Jaya, PT Panca Prima Mining, dan PT Bumi Artha Kutai Jaya.
Dengan begitu, PT Gunung Bara Utama punya potensi tambahan pendapatan dari bisnis insfrastruktur dan hauling road sebesar Rp2,460 triliun per tahun.
Ronald membandingkan, berdasarkan proyeksi perhitungan tahun 2018, dari bisnis insfrastruktur dan hauling road saja PT Gunung Bara Utama membukukan pendapatan sebesar USD98.608.125 atau setara Rp1,479 triliun, dengan volume penjualan batubara sebanyak 12,5 juta MT.
“PT Gunung Bara Utama memproyeksikan dapat membukukan pendapatan bersih pada tahun 2018 per tahun sebesar USD222.933.743 atau setara dengan Rp2,89 triliun apabila volume pejualan batubara sebanyak 7,544 juta MT dengan harga batubara USD70 per MT,” paparnya.
Di luar itu, PT Gunung Bara Utama juga memiliki sejumlah properti lain yang dapat memberikan nilai tambah. Misalnya, dua jetty/port di satu kecataman di Kutai Barat, 28 bidang tanah yang terletak di jetty and hauling di Desa Empakuq, Kutai Barat, coal getting 116.100,7 MT, bangunan Gudang Handak seluas 1026 m2 beserta seluruh fasilitasnya, dan jembatan timbang.
Dengan semua perhitungan tersebut, KSST menilai harga wajar atau harga pasar barang rampasan benda sita dari korupsi PT Asuransi Jiwasraya itu sedikitnya berkisar Rp11,6 triliun.
“Rinciannya, Rp8,481 triliun dari potensi cadangan batubara dan Rp3.170.392.446.409 dari nilai fasilitas pertambangan dan infrastruktur,” ujar Ronald.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"