KONTEKS.CO.ID – Nama Adaro Capital Limited diduga terseret dalam lelang satu paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU) yang PT Indobara Utama Mandiri menangkan.
Namun kemenangan PT Indobara Utama Mandiri pada lelang lelang barang rampasan benda sita korupsi PT Asuransi Jiwasraya diduga bermasalah. Ada sejumlah indikasi kejanggalan dalam proses pemenangannya.
Di antaranya, PT Indobara Utama Mandiri, perusahaan pemenang lelang barang rampasan benda sita korupsi PT Asuransi Jiwasraya tersebut, adalah satu-satunya peserta lelang.
Mereka pun memenanginya dengan nilai Rp1,945 triliun atau sesuai harga limit lelang. Padahal menurut Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) ada potensi kerugian negara setidaknya Rp9 triliun pada lelang tersebut.
PT Indobara Utama Mandiri, perusahaan pemenang lelang barang rampasan benda sita korupsi PT Asuransi Jiwasraya, adalah satu-satunya peserta lelang yang melakukan penawaran satu paket saham PT Gunung Bara Utama sebesar Rp1,945 triliun atau sesuai harga limit lelang.
Selain itu, perusahaan itu juga baru 10 hari berdiri menjelang lelang. “PT Indobara Utama Mandiri sebagai pemenang lelang baru didirikan oleh terduga pemilik yaitu Andrew Hidayat, 10 hari sebelum dilaksanakan penjelasan lelang (aanwijzing),” kata Koordinator KSST, Ronald Loblobly, kepada Konteks, Rabu 15 Mei 2024.
Adaro Capital Limited dan Konflik Kepentingan Lelang Paket Saham GBU
Berdasarkan data yang diungkap KSST, pada 5 Juli 2019, Adaro Capital Limited memberikan pinjaman dana sebesar USD100 juta atau setara Rp1,4 triliun kepada PT GBU melalui PT Trada Alam Mineral Tbk (TRAM). Pinjaman itu untuk membangun jalan hauling dari GBU menuju wilayah kerja tambang milik Adaro Group.
“Membaca dokumen kajian yang teman-teman KSST buat, banyak sekali data. Yang menarik, teman-teman mampu menjahit antara satu fakta dengan fakta lain terkait bagaimana praktik langsung atas kasus yang terjadi di Kutai Barat, Kalimantan Timur,” katan Koordinator Nasional, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Melky Nahar, dalam dialog publik bertema “Membedah Tuntas Lelang 1 (satu) Paket Saham PT Gunung Bara Utama, dalam Korupsi PT Asuransi Jiwasraya, Apakah Sudah Maksimal atau Berpotensi Merugikan Negara”, di Jakarta, Rabu 15 Mei 2024.
Lebih lanjut Melky menjelaskan, hal itu sangat terkait konflik kepentdalam seluruh rantai proses pelelangan satu paket saham dari PT GBU.
Pertama, ujar dia, kalau diruntut dari awal, berdasarkan data KSST, clear ada Adaro yang memberikan pinjaman dalam jumlah banyak kepada perusahaan. Menariknya lagi, saat itu GBU itu sudah diambil alih oleh negara melalui Kementerian BUMN yang notabene menterinya adalah Erick Thohir. “Sedangkan di Adaro tidak lain ada Boy Thohir yang di awal diskusi sudah tersinggun,” imbuhnya.
Melky menduga, ada kekhawatiran permainan soal harga, kemudian pengumuman pelelangan melalui satu surat kabar sangat rerkait konflik kepentingan.
“Mengingat kalau kita cek Adaro ini tidak hanya terkat dengan Boy (Garibaldi) Thohir saja, tapi juga terkait dengan Erick Thohir melalui perusahaan TNT, di mana perusahaan ini punya saham di Adaro,” bebernya.
Konflik Kepentingan Menteri BUMN Erick Thohir
Bukan hanya Erick Thohir dan Boy Thohir, lanjut dia, ibunya termasuk saudara perempuannya juga menjadi pengurus dan pemegang saham di perusahan yang sama.
Menariknya lagi, kata Melky, tidak hanya keluarga Erick Thohir kalau bicara konflik kepentingannya di sini. “Nyambung Bang Faisal (Basri, ekonom), sepertiga kekuatan ekonomi nasional ada nama Arini Subianto, dia pemegang saham di Saratoga Investama. Nah Saratoga juga punya saham di Adaro,” tandasnya.
Ia menilai, konflik kepentingan ini sangat berpengaruh pada proses hukum yang selama ini terjadi. Salah satunya pelelangan saham PT GBU di kubar, tentu saja ada sandiaga uno di Adaro.
Kedua, sambung dia, kasus ini sebenarnya fenomena lama selalu sering terjadi. Salah satu kekhawatiran terbesar publik semua adalah ketika kasus ini sampai di tangan penegak hukum.
“Saya sendiri bingung, kalau ini sampai ke KPK apakah ini akan tertindaklanjuti sampai tuntas. Kalau kita ke Kejaksaan ya situasinya sama seperti yang kita alami sekarang,” paparnya.
“Kalau ini ke Kepolisian nantinya berkas perkara akan mereka sampaikan ke Kejaksaaan. Sehingga pada titik ini kita akan mengalami dilematis. Kira-kira penegak hukum mana yang punya sedikitnya bebas dari konflik kepentingan terutama dalam kaitan kasus ini,” tambahnya.
Jatam punya pengalaman kurang mengenakan terkait kasus dugaan korupsi di lingkungan tambang. “Pengakaman kita dalam beberapa kasus yang pernah kami laporkan, salah satunya yang terkait kasus Menteri Bahlil kemarin. Sampai saat ini jalan di tempat. Tidak ada upaya serius dari teman-teman KPK untuk menindaklanjuti temuan-temuan yang kami berikan ke mereka. Saya pun bingung,” tuturnya..
Ketiga, sambung Melky, sasaran terbesar pada kasus ini adalah bagaimana negara tidak kehilangan pendapatan. Jangan sampai negara kehilangan pendapatan dan yang mendapatkan cuan paling banyak adalah politisi atau pengusaha.
“Mereka saat ini berada di tapuk kekuasaan politik dan tantangan terbesarnya menurut saya ada di situ,” tegasnya.
Bahan Temuan KSST Layak Aparat Tindaklanjuti
Menurut Melky, MAKI dan pegiat antikorupsi lainnya sudah berhasil mengumpulkan fakta-fakta, menganalisis, dan menjahit fakta-faktanya. Karena itu, Jatam melihatnya ini bisa mempermudah penegak hukum melakukan pengusutan.
“Tantangan terbesarnya memang konflik kepentingan yang tidak hanya terkait GBU, perusahaan pemenang lelang, perusahaan pemberi utang yang saya kira di belakangnya punya orang yang secara ekonomi dan politik punya kekusaan besar. Ini tantangan terbesarnya,” katanya.
Dengan situasi seperti ini, Melky menilai kasus ini membutuhkan dukungan publik yang banyak, termasuk media. Tujuannya, agar kasus tersebut tidak membuat negara mengalami kerugian.
“Ingat kita berhadapan dengan aparat hukum yang sarat ddengan konflik kepentingan,” pungkasnya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"