KONTEKS.CO.ID – Garuda Wisnu Kencana (GWK), Bali, telah bersiap menjamu tamu World Water Forum ke-10 pada acara Welcoming Dinner yang digelar Minggu, 19 Mei 2024.
Dalam ajang World Water Forum ini, pemerintah Indonesia telah melakukan peremajaan infrastruktur dan fasilitas GWK termasuk pemeliharaan patung, pembersihan tebing, pengecatan ulang, dan persiapan keamanan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan saat meninjau kesiapan GWK, meyakini persiapan WWF ke-10 telah matang.
“Sudah terjadwal untuk persiapannya dan dipastikan sudah siap menyambut para tamu World Water Forum ke-10,” ujar Menko Marves Luhut, Jumat, 18 Mei 2024.
Seperti diketahui bahwa GWK sudah sering digunakan sebagai tempat penyelenggaraan forum berskala internasional termasuk makan malam para pemimpin negara. Menko Luhut berharap acara berjalan dengan sukses.
“GWK ini sudah beberapa kali host acara dinner acara internasional, saya rasa persiapannya juga matang. Harapannya acara sukses dan lancar,” ujarnya.
Berikut live streaming Bali Water Purification Ceremony.
TELU: Menyelami Kearifan dan Kebudayaan Bali yang Abadi
Gelaran World Water Forum (WWF) ke-10 akan dilengkapi dengan forum diskusi mengenai Subak dan Jalur Rempah, Kearifan Lokal Pengelolaan Air. Acara ini digelar di Bali International Covention Center pada Sabtu, 25 Mei 2024.
Hadir sebagai pembicara, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Hilmar Farid, Wakil Direktur Jenderal UNESCO, Xing Qu, Pengelola Pura Ulun Danau Batur dan dosen Universitas Udayana, I Ketut Eriadi Ariana, dan moderator I Gusti Ngurah Gede Agung Pradipta, dari Universitas Pendidikan Nasional Bali.
Dalam sesi ini, akan dieksplorasi sistem Subak di Bali atau sistem pengelolaan air tradisional yang berakar kuat pada filosofi dan budaya masyarakat adat, dan kaitannya erat dengan Jalur Rempah. Hal ini sejalan dengan tema utama forum yaitu “Air untuk Kemakmuran Bersama”.
Subak dan Spice Route menunjukkan prinsip-prinsip kesejahteraan bersama dengan menunjukkan bagaimana praktik pengelolaan air berkelanjutan dapat memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat, mendorong stabilitas ekonomi, kohesi sosial, dan pengayaan budaya.
Forum ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan, termasuk pembuat kebijakan, peneliti, dan masyarakat lokal, tentang nilai pengetahuan tradisional Indonesia dalam mengatasi tantangan kontemporer terkait air, seperti mata pencaharian, pelestarian keanekaragaman hayati air, dan pemberdayaan masyarakat.
Selain itu, sesi ini bertujuan untuk mendorong kolaborasi dan kemitraan antara lembaga pemerintah, lembaga budaya, dan masyarakat lokal untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip Subak ke dalam inisiatif pengelolaan air nasional.
Selama 10 tahun terakhir, dialog antara pengelola air dan ahli warisan budaya telah diselenggarakan mengenai pentingnya warisan material, tata kelola dan spiritual terkait air untuk tantangan pengelolaan air saat ini dengan tujuan meningkatkan minat untuk ‘belajar dari masa lalu’ dan memberi nilai tambah pada intervensi pengelolaan air di masa depan.
Kemudian mendorong kegiatan nasional mengenai air dan warisan budaya antara lembaga pengelolaan air dan warisan budaya, dan mengembangkan agenda tematik untuk penelitian mengenai pentingnya warisan terkait air untuk tantangan pengelolaan air.
Dari sesi ini, peserta akan memperoleh wawasan tentang bagaimana pengetahuan tradisional dapat menawarkan solusi efektif untuk mengatasi tantangan global kontemporer.
Hasil dari sesi ini adalah untuk mengkatalisasi aksi dan kolaborasi dalam memanfaatkan sistem Subak dan warisan Jalur Rempah sebagai solusi terhadap tantangan air kontemporer, sekaligus memastikan pelestarian warisan budaya dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Dalam sesi ini tidak hanya memberikan tampilan informatif tetapi juga melibatkan audiens melalui beragam format.
Mula dari dari pemutaran film dokumenter, lokakarya mini, presentasi kuliner, pameran produk kerajinan, dan teknik pemetaan video untuk menyampaikan secara visual konsep filosofis Subak dan Jalur Rempah yang mendalam.
Kearifan Lokal Ciri Khas Tak Tergantikan
Dalam kehidupan masyarakat Bali, dua kearifan lokal ini telah menjadi ciri khas yang tak tergantikan. Manajemen air melalui subak dan penggunaan rempah-rempah dalam kehidupan sehari-hari.
Sejak zaman dahulu hingga kini, keduanya tetap lestari, menjadi tulang punggung budaya Bali yang kaya.
Mengambil langkah pertama menuju penjelajahan yang mendalam terhadap kekayaan budaya Bali, TELU hadir sebagai titik temu harmoni dan warisan.
TELU, yang bermakna “tiga” dalam bahasa Bali, tidak hanya mencerminkan filosofi Tri Hita Karana yang mendalam, melainkan juga menghidupkan kembali kearifan kuno melalui serangkaian pengalaman yang memikat.
Menulusuri Pasar Rempah pada jalur rempah-rempah kuno, TELU mengajak kita untuk menyingkap kenikmatan aromatik di Pasar Rempah. Temukan kekayaan cita rasa, wewangian, dan kuliner eksotis dalam perjalanan ini.
Melalui seni yang dinamis, TELU mengungkap jiwa Bali. Tentu keindahannya dapat dilihat dalam setiap sapuan kuas dan gerakan tarian, yang memperlihatkan kekayaan warisan dan kreativitas tak terbatas.
Di balik kemegahan Subak, sistem irigasi tradisional Bali, terletak harmoni alam dan masyarakat. TELU membawa Anda untuk menemukan kearifan mendalam dalam praktik kuno ini, yang menjadi warisan abadi untuk pertanian berkelanjutan.
Ini merupakan perjalanan yang tak terlupakan menuju jantung budaya Bali di TELU, di Museum Pasifika Nusa Dua Bali. Momen ini sebagai langkah awal untuk memahami dan menghargai kekayaan budaya Bali yang tak ternilai harganya.
Jangan sia-siakan kesempatan ini untuk merasakan keajaiban TELU. Daftarlah sekarang dan mulailah perjalanan menuju harmoni dan warisan!***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"