KONTEKS.CO.ID – Peringatan 26 Tahun Reformasi akan digelar di kawasan Jalan Diponegoro 72, Jakarta Pusat, pada Selasa, 21 Mei 2024. Seribuan orang lebih dipastikan hadir dalam peringatan reformasi yang justru makin memprihatinkan.
Bertajuk ’26 Tahun Reformasi, Kami Masih Ada dan Terus Melawan’ bahwa peringatan reformasi ini digelar untuk menemukan jalan terbaik bagi bangsa karena etika bernegara tidak lagi menjadi suluh penerang dalam mengelola negara.
Kegiatan ini mengundang seluruh masyarakat dan mahasiswa. Akan ada mimbar bebas, pembacaan puisi, teaterikal, seni instalasi, dan musik perlawanan.
Selain mahasiswa dan aktivis, sejumlah tokoh bangsa juga akan hadir. Acara digelar sejak pukul 15.00 WIB hingga selesai.
Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun, salah satu penggerak Peringatan 26 Tahun Reformasi, mengatakan kalau acara ini digelar untuk mengingatkan kondisi reformasi hari ini.
“Bahwa 26 tahun lalu, mahasiswa yang tergabung dalam FKSMJ, Forkot, Famred dan yang lain, berada di jalan dengan keringat, darah, air mata bahkan nyawa. Ini dilakukan agar bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan beradab,” katanya kepada konteks.
Tapi hari ini, masyarakat menghadapi situasi yang sangat buruk. Karena itu, Ubedilah yang juga aktivis 98, ingin mengajak seluruh rekan-rekan yang dulu berjuang di jalan demi Republik ini, untuk kembali berkumpul pada hari ini, Selasa, 21 Mei 2024.
“Mari kita bersama-sama untuk terus berjuang, untuk membuat bangsa ini menjadi bangsa yang beradab, bangsa yang terus berorientasi memajukan rakyat. Bukan untuk memajukan kepentingan sendiri dan orang. Republik ini milik semua rakyat,” kata Ubedilah.
Reformasi Hari Ini
Ubedilah Badrun menyampaikan bahwa kondisi reformasi saat ini makin memprihatinkan. Seiring praktik kekuasaan yang korupsinya merajalela dan nir etika.
Demokrasi hanya sebagai prosedur formal untuk karpet merah keluarga (dinasti) dan oligarki mengendalikan kuasa. Situasi ini tentu memerlukan perenungan mendalam mengapa semua itu terjadi? Padahal sudah 26 tahun reformasi berlalu.
Sejumlah pemikir sosial politik hukum dan ekonomi menyebutkan bahwa penyebabnya karena elite politik baru telah menghianati agenda reformasi.
Kondisi Indonesia saat ini justru memasuki episode neo-otoritarianisme dengan ditandai praktik kekuasaan yang memanipulasi hukum demi kepentingan kekuasaan.
Penguasa tidak lagi mengindahkan hal-hal etik dalam praktik kekuasaanya. Etika bernegara tidak lagi menjadi suluh penerang dalam mengelola negara.
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme tidak lagi malu. Memanipulasi hukum tidak lagi malu. Menghalalkan segala cara demi kekuasaan tidak lagi malu, bahkan melakukan represi simbolik terus menerus dilakukan.
Realitas itu sesungguhnya menunjukkan bahwa etika bernegara telah roboh. Ini waktunya seluruh komponen bangsa untuk berpikir mendalam untuk menemukan jalan terbaik bagi bangsa ini di hari-hari mendatang.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"