KONTEKS.CO.ID – Pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional pada lima putra bangsa terbaik pada 7 November 2022. Salah satu sosok yang mendapatkan gelar tersebut adalah dr Raden Rubini Natawisastra.
Dari berbagai sumber dan literasi, konteks.co.id coba merangkum perjalanan Pahlawan Nasional ini. Dr. Raden Rubini Natawisastra lahir di Bandung, Jawa Barat pada 31 Agustus 1906, sebagaimana dikutip dari situs resmi RSUD dr Rubini Mempawah.
Meski sebagai orang Jawa Barat, Nama dr Rubini Natawisastra lebih dikenal oleh masyarakat Kalimantan Barat sebagai dokter keliling yang berjasa di masa sebelum kemerdekaan. Dr Rubini wafat bersama istrinya Amalia Rubini dieksekusi tentara Jepang di Mandor, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat tahun 1944.
Dr. Raden Rubini Natawisastra menyelesaikan pendidikan di sekolah kedokteran Stovia Jakarta dan menyandang gelar dokter pada tahun 1930. Sejak tahun 1930 sampai dengan 1934 dr Rubini Natawisastra mengabdikan dirinya sebagai tenaga kesehatan di Jakarta. Pada tahun 1934, dr Rubini dipindah ke Kalimantan Barat dengan ditempatkan sebagai Kepala Kesehatan Pontianak.
Dr Rubini Natawisastra mengabdi lebih dari tugasnya sebagai dokter. Ia aktif dalam pergerakan kebangsaan melalui Partai Indonesia Raya (Parindra). Bahkan pada tahun 1939, dr Rubini masuk dalam daftar pengurus Parindra Kalimantan Barat.
Menjelang masuk tentara Jepang karena berkobar Perang Pasifik, pada 1941 pemerintah kolonial mengadakan evaluasi terhadap pejabat-pejabat Belanda, penduduk, dan tokoh-tokoh masyarakat penting pribumi, termasuk dr Rubini. Namun karena kecintaannya kepada Kalimantan Barat ia menolak dievakuasi oleh pemerintah kolonial ke Jawa dan memilih tetap tinggal.
Tahun 1942 terjadi perubahan situasi saat kekalahan Belanda oleh bala tentara Jepang. Jepang yang berkuasa membuat perubahan susunan dokter di Kalimantan Barat. Tentara Jepang (Gunkansaibu) pada waktu itu hanya menyisakan tiga dokter di luar Pontianak yaitu di Sintang, Sanggau, dan Ketapang.
Atas perlakuan sewenang-wenang tentara Jepang, terjadi pergerakan perlawanan dengan seolah oleh berkolaborasi dengan Jepang dengan nama organisasi Nissinkwai. Namun Jepang mencurigai dan akhirnya membubarkan Nissinkwai.
Desember 1943 dr Rubini dikhianati oleh para pendukung Jepang di Pontianak karena membentuk pasukan bersenjata dengan nama Pasukan Soeka Rela.
Tindakan ini sebenarnya merupakan rentetan rencana licik tentara Jepang untuk menjauhkan pemuka-pemuka masyarakat dan cendekiawan Bangsa Indonesia dari rakyatnya.
Pada tahun 1944 dr. Rubini ditangkap oleh Gunkanseibu bersama dengan dr. Ismail, dr. Achmad Diponogoro, dr. Soenaryo, dan dr. Agoesdjam. Akhirnya dr Rubini dieksekusi oleh tentara Jepang bersama istrinya Amalia Rubini, dan rekan-rekan seperjuangannya.
Dr. Rubini mempunyai satu orang istri yang bernama Ny. Amalia, ia merupakan aktivis palang merah yang membantu suaminya untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Pontianak dan Kalimantan Barat. Pasangan ini dikaruniai 5 orang putri: Rubinneta, Aminetty, Marlina, Martini, Maryetty.
Untuk mengenang jasanya, melalui SK Bupati Nomor 121 Tahun 1984, Rumah Sakit Umum Mempawah ditetapkan namanya menjadi RUMAH SAKIT DOKTER RUBINI dan nama jalan. Negara akhirnya menyematkan gelar Pahlawan Nasional kepada dr Rubini Natawisastra pada 7 November 2022.
Seperti dilansir situs Pemprov Kalbar, dr R Rubini Natawisastra sebelumnya diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat bersama Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) sebagai pahlawan nasional pejuang kemanusiaan dan kemerdekaan Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"