KONTEKS.CO.ID – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengkritis keras aturan dalam iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang baru diberlakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Hasto menegaskan, bawa pungutan melalui Tapera adalah bentuk penindasan baru. Penindasan ini karena pemerintah mewajibkan atau melakukan potongan terhadap penghasilan rakyat.
“Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) itukan UU mengatakan tidak wajib, ketika ini menjadi wajib maka menjadi suatu bentuk penindasan yang baru dengan menggunakan otokrasi legalism,” ujar Hasato usai kuliah umum di Fisip UI, Depok, Senin, 3 Juni 2024.
Menurut Hasto pemerintah harusnya tidak mewajibkan iuran Tapera. Apalagi jumlah iuran yang dikenakan rakyat tidak kecil.
Selain itu, Tapera telah mendapat banyak penolakan dari masyarakat maupun kalangan akademisi.
“Seharusnya tidak boleh dilakukan. Tadi sudah menjadi bagian kritik oleh Prof Sulistyowati,” katanya.
Seperti diketahui kalau pemerintah mewajibkan potongan gaji pekerja sebesar 3% untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Setiap pekerja yang memiliki usia terendah 20 tahun atau sudah menikah dan mempunyai penghasilan paling sedikit sejumlah upah minimum berkewajiban menjadi peserta Tapera.
Baik pegawai negeri, pegawai swasta, maupun pekerja mandiri (freelancer) akan terkena potongan tambahan untuk simpanan Tapera.
Tapi Tapera mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk pengusaha dan buruh.
Banyak pihak yang menolak kebijakan pemotongan gaji untuk iuran Tapera. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani, telah mengirim surat resmi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tapera melalui PP No. 21/2024 dianggap sebagai duplikasi dari program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja yang telah ada bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"