KONTEKS.CO.ID – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyinggung soal pengasingan terhadap Bung Karno di Ende, NTT, terkati dengan pemeriksaan dirinya hari ini di Polda Metro Jaya.
Hasto harus memberikan klarifikasi kepada penyidik Direskrimum Polda Metro Jaya terkait pelaporan terhadap dirinya dengan Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 28 ayat (3) Jo. Pasal 45A ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024.
Hasto dilaporkan dua orang yang bernama Hendra dan Bayu Setiawan. Pelaporan disampaikan langsung kepada Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya.
Sebelum mendatangi Polda Metro Jaya, Hasto sempat menyampaikan cerita tentang pengasingan Bung Karno di Bumi Ende.
“Di Bumi Ende, kader PDI Perjuangan menentukan suatu spirit bagaimana Bung Karno melawan hukum Kolonial yang membelenggu seluruh kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan menyuarakan spirit kemerdekaan Indonesia,” kata Hasto pada Selasa, 4 Juni 2024.
Kemudian Hasto menyampaikan bahwa setelah merdeka, bangsa Indonesia justru mengalami hal yang sama. Saat hukum sudah dijadikan alat kekuasaan.
“Sementara setelah merdeka, kini kita mengalami hal yang sama. Hukum dijadikan alat kekuasaan,” katanya.
“Bung Karno mengatakan, di Sukamiskin tubuhku di penjara, di Flores semangatku di penjara. Di sini aku diasingkan dari manusia, dari orang-orang yang dapat memperdebatkan tugas hidupku,” katanya lagi.
Hasto kembali menyampaikan apa yang dikatakan Bung Karno, bahwa mereka yang mengerti justru takut berbicara. Sementara mereka yang berbicara justri tidak mengerti.
“Mereka yang mengerti, takut untuk berbicara. Mereka yang mau berbicara, tidak mengerti. Itulah tujuan sebenarnya dari pembuangan ini,” katanya.
“Baiklah, kalau keadaannya demikian, aku akan bekerja tanpa meminta bantuan orang-orang terpelajar yang picik ini. aku akan mendekati rakyat jelata yang paling bawah. Orang-orang yang terlalu sederhana untuk memikirkan politik. Orang-orang yang tidak dapat menulis dan merasa dirinya tidak kehilangan apa-apa. Dengan cara ini, setidak-tidaknya ada orang yang bisa kuajak bicara,” katanya lagi.
Masih menceritakan kembali apa yang dialami Bung Karno pada masa pengasingan, Hasto menyampaikan bawa saat itu, Bung Karno membentuk lingkungannya sendiri dengan rakyat yang menjadi kawan seperjuangan.
“Maka aku membentuk lingkunganku sendiri dengan pemetik kelapa, sopir mobil, para pembantu yang tidak bekerja, inilah kawan-kawanku seperjuanganku,” katanya.
“Tidak hanya Bung Karno, Bung Hatta pun ketika memperjuangkan kemerdekaan Indoensia, di Belanda menerima tuduhan atas pasal-pasal yang menghasut, yang dianggap menggerakan, untuk melakukan pemberontakan,” katanya lagi.
Disampaikan Hasto, saat Bung Hatta kembali ke Hidia Belanda, dia justru dikenakan pasal penghasutan. Hal ini tidak berbeda dengan apa dia suarakan dan membuatnya harus menjalani pemeriksaan.
“Dan Bung Hatta bebas di Belanda yang merdeka. Tetapi ketika datang ke Hindia Belanda, dikenakan pasal yang sama, Bung Hatta dijatuhi hukuman, dengan pasal-pasal yang pada prinsipnya tidak jauh apa yang saya suarakan di dalam menegakkan kebenaran di dalam menjalankan fungsi partai untuk melakukan pendidikan politik dan komunikasi politik,” katanya.
Karena itu menurut Hasto, dengan semangat dari para bendiri bangsa, dia mengajuk seluruh rakyat untuk tetap berjuang mempertahankan Indonesia sebagai negara hukum, negara yang memiliki jaminan hak asasi manusia.
“Maka dengan semangat dari para pendiri bangsa kita berjuang bahwa kita adalah negara hukum, kita negara yang memiliki jaminan hak asasi manusia untuk berserikat dan berkumpul,” ujarnya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"