KONTEKS.CO.ID – Guru Besar STF Driyarkara, Prof. Dr. Franz Magnis Suseno menyampaikan adanya kesan di masyarakat terkait hukum digunakan sebagai alat penguasa untuk membungkam.
Hal ini disampaikan dalam diskusi publik bertajuk ‘Hukum Sebagai Senjata Politik’ yang digelar di Graha STR, Ampera, Jakarta Selatan, Rabu 19 Juni 2024.
Franz Magnis yang juga merupakan filsuf dan rohaniwan ini melihat bahwa hukum saat ini telah membungkam mereka yang tidak bersahabat dengan pemerintah.
Fanz Magnis juga melihat hal yang sama ketika melihat kasus hukum yang menimpa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Maka tidak salah jika ada yang berpandangan bahwa proses hukum tersebut dilakukan lantaran sikap Hasto yang seringkali kritis terhadap pemerintah.
“Ya itu, dalam masyarakat, termasuk saya ada kesan bahwa dalam pilihan mereka yang diperiksa oleh KPK ada perbedaan, yaitu mereka yang tidak bersahabat dengan pemerintah akan cepat-cepat diperiksa,” kata Romo Magnis di sela-sela di Grha STR, Ampera, Jakarta Selatan.
“Sedangkan yang lain-lain sepertinya tidak jadi apa-apa, saya tidak bisa menilai apa ini betul,” katanya lagi.
Franz Magnis juga memberikan kritik keras terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang saat ini terlihat tidak menjalankan tugas dan fungsinya secara independen.
“KPK sudah lama agak dikebiri dan tidak sepenuhnya menjalankan apa yang pernah dijalankan, dan masih saya harapkan daripadanya,” katanya.
Namun Romo Magnis juga mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak perlu khawatir untuk bersikap kritis terhadap pemerintah. Menurutnya, kebebasan itu telah ada di dalam negara yang menerapkan sistem demokratis ini.
“Saya kira penting sekali, kita jangan menyerahkan kebebasan demokratis yang sampai sekarang masih ada. Kami masih bisa mengatakan sesuatu ada keterbatasan, (meskipun) ada kemungkinan juga ditarik ke pengadilan dan sebagainya,” ujar Romo Magnis.
Tidak hanya itu, dia juga mengajak seluruh kalangan akademisi untuk tidak diam dan ikut mengkritisi penguasa apabila ada cara-cara yang tak sesuai dijalankan.
“Kami kaum akademisi harus bicara kalau merasa perlu bicara, kami kan tidak bicara atas kepentingan kami sendiri, kami bicara atas kepentingan Bangsa Indonesia, terutama juga kepentingan orang-orang kecil yang harusnya mendapat suara oleh partai-partai tetapi kita tidak melihat partai-partai membela orang kecil,” ujar Romo Magnis.
Franz Magnis Suseno menyampaikan bahwa sesungguhnya Indonesia berhasil dalam konteks reformasi, seperti menyatukan keragaman dan berbagai pandangan yang ada.
Namun, sejak masa orde baru hingga pascareformasi, Indonesia masih dinilai gagal dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang sedari dulu menjadi akar masalah.
Katanya, rakyat sulit keluar dari jeratan kemiskinan karena para pemangku kebijakan tidak memikirkan nasib mereka, melainkan mementingkan diri dan kelompok mereka masing-masing. KKN masih terus menjadi pekerjaan rumah untuk Indonesia yang hingga kini belum selesai.
“Melalui masa gelap, segala macam masalah. Kita berhasil mengatasi. Namun yang tidak berhasil itu kita membuat nyata tuntutan mahasiswa berantas KKN, yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme. Itu sesuatu yang gagal,” ujar Romo Magnis.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"