KONTEKS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan praktik pungutan liar (pungli) ke wisatawan yang berkunjung ke Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Bukan pejabat, kali ini KPK menyampaikan pungli itu oleh oknum masyarakat terhadap wisatawan dengan jumlah total yang fantastis.
Berdasarkan temuan KPK saat melakukan kegiatan di Raja Ampat, setiap kali kapal wisatawan menuju lokasi diving, ada oknum masyarakat yang meminta uang Rp100 ribu-Rp1 juta per kapal.
“Di wilayah Wayak sendiri, minimal ada 50 kapal datang, sehingga potensi pendapatan dari pungutan liar ini mencapai Rp50 juta per hari dan Rp18,25 miliar per tahun,” kata Kepala Satgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patri, dalam keterangan tertulis, Rabu 9 Juli 2024.
Dian mengatakan, pungli tersebut berupa pembayaran tanah yang masyarakat tagih kepada hotel yang berdiri di pulau-pulau.
Kemudian, adanya ketidakjelasan regulasi terkait pengelolaan sampah hotel.
“Dalam hal ini, KPK terus mendorong Pemkab Raja Ampat untuk segera menyelesaikan permasalahan ini dengan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan masyarakat setempat,” katanya.
KPK, kata Dian, berupaya menyelesaikan sejumlah permasalahan. Salah satunya, dengan pendampingan Pemerintah Daerah untuk penertiban pajak dan retribusi demi menyelamatkan kas daerah.
Menurut Dian, melakukan penertiban harus secara masif agar tidak timbul lubang besar pada pendapatan asli daerah (PAD).
“Kita lakukan pendampingan lapangan dari pulau ke pulau di Raja Ampat, untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha, penertiban pajak daerah, sekaligus memastikan sistem pemungutan oleh Pemda,” katanya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, PAD Kabupaten Raja Ampat baru mencapai 4,15 persen. Nilai pajak dan retribusi tidak lebih dari 1,08 persen di 2023.
KPK, lanjut Dian, akan melakukan pendampingan pada dua sisi krusial, yakni Pemda dan swasta.
Upaya pencegahan kebocoran pajak, tambahnya, penting untuk memaksimalkan penerimaan pajak daerah dan mencegah potensi kerugian negara.
“Tentunya perlu pengawasan agar tidak ada lagi potensi kebocoran pajak daerah. Baik melalui mekanisme gratifikasi, pungutan liar, maupun manipulasi data,” ujarnya.
“Namun, di sisi lain pelaku usaha juga kami lihat terkait kewajiban pajaknya,” pungkasnya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"