KONTEKS.CO.ID – Menjelang pelantikan presiden dan wapres terpilih pada 20 Oktober 2024 mendatang, nama Gibran Rakabuming Raka kembali mendapat kritik.
Kali ini kritik terhadap Gibran Rakabuming Raka datang dari Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI), Siswono Yudo Husodo.
Siswono Yudo Husodo mengingatkan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih bahwa wapres terpilih Gibran tersandung persoalan asas kepatutan.
Asas kepatutan, kata mantan Menteri Negara Perumahan Rakyat itu adalah hal fundamental atau mendasar. Keadaban suatu bangsa bisa terukur dari seberapa peka dan taatnya atas asas kepatutan.
Ia menambahkan, semakin tak peka suatu bangsa atas asas kepatutan, maka kian tak beradab bangsa itu.
“Saya melihat keadaban suatu bangsa itu antara lain terukur dari kepekaannya terhadap kepatutan. Peka terhadap apa yang baik dan tidak baik, peka atas apa yang boleh dan tidak boleh. Peka terhadap hal pantas dan tak pantas,” tuturnya di Jakarta, Jumat 27 September 2024.
“Pak Prabowo jangan diteruskan yang kurang-kurang patut ini, yang tidak patut ini jangan diteruskan,” pintah pengusaha asli Kebumen itu.
Gibran Rakabuming Raka Dibandingkan Wapres Sebelumnya
Ia menegaskan belum bisa mengukur kiprah Gibran sebagai wapres terpilih mendampingi Prabowo ketimbang penjabat wakil presiden sebelumnya.
Tak lupa Siswono memuji para wapres pendahulu sebagai begawan dan tokoh pada bidangnya masing-masing.
Sebut saja wapres pertama Mohammad Hatta selaku Proklamator Kemerdekaan. Lalu Sri Sultan Hamengkubuwono IX (wapres kedua), dan Adam Malik (wapres ketiga) seorang wartawan senior.
Kemudian BJ Habibie, Hamzah Haz, Jusuf Kalla, Boediono sebagai seorang begawan ekonomi, serta Ma’ruf Amin sebagai ulama Ketua MUI.
“Berikutnya kita akan mendapat wapres yang saya belum bisa mengukur, asas kepatutan. Ini yang saya sebut asas kepatutan yang menurun tajam,” tandas mantan politikus senior Partai NasDem itu.
Pada kesempatan yang sama, Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia mengungkapkan sikap politiknya atas kondisi demokrasi, pemerintahan, dan hukum. Mereka menilai kondisinya makin memprihatinkan baru-baru ini.
Sekjen PA GMNI, Abdy Yuhana, berpendapat, arah negara saat ini semakin jauh dari asas Pancasila. Terutama pemaksaan keinginan yang melanggar konstitusi dan hal itu teranggap lumrah.
PA GMNI menilai penyimpangan wewenang itu terlakukan oleh pembuat, pelaksana bahkan pengawas UU.
Berdasarkan keadaan itu, mereka mengutarakan lima tuntutan kebangsaan guna memperbaiki arah bangsa ke depan. Lima tuntutan itu mulai dari mendorong pelaksanaan janji kemerdekaan, kepatuhan terhadap konstitusi, pelaksanaan merit sistem, pengutamaan asas moral, hingga perbaikan demokrasi.
“Lima tuntutan kebangsaan ini kami susun karena kesadaran terhadap koreksi dan pandangan yang berkembang di dalam masyarakat Indonesia atas jalannya pemerintahan yang terjadi setelah Reformasi pada 1998. Khususnya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir,” pungkasnya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"