KONTEKS.CO.ID – Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan hadir di Bali sebagai sebagai pembicara dalam acara Bloomberg NEF Summit, salah satu side event di G20 dan B20, di Nusa Dua Bali, Sabtu 12 November 2022.
Padahal di hari yang sama, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu dijadwalkan hadir menjadi keynote speaker dalam acara Silaturahmi Nasional Keluarga Besar Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Salemba, Jakarta Pusat.
“Saya mohon izin tadi tidak bisa berada di acara ini karena tidak ada di Jakarta, saya berada di Bali dalam rangka rangkaian G20,” ujar Anies Baswedan, dalam video sambutannya.
“Sudah telanjur dijadwalkan sejak cukup lama dan saya mendapatkan tugas untuk berbicara pada siang hari ini,” imbuhnya.
Dalam akun Instagram miliknya, Anies Baswedan menyampaikan, dirinya diundang sebagai pembicara dalam acara Bloomberg NEF Summit.
“Sebuah kehormatan diundang sebagai pembicara dalam acara Bloomberg NEF Summit, salah satu side event di G20 dan B20, di Nusa Dua Bali pada hari ini,” tulis Anies.
“Berbagi pengalaman tentang berbagai upaya yang telah dilakukan di Jakarta dalam menghadapi perubahan iklim,” sambungnya.
Kata Anies, DKI Jakarta telah berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 26 persen pada 2020. Capaian itu bahkan melampaui target penurunan 30 persen di 2030.
“Jakarta telah berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 26% pada 2020, ini bahkan melampaui target penurunan 30% di 2030,” kata dia.
Menurut Anies, pencapaian luar biasa tersebut berkat 3 prinsip yakni, Pertama, selesaikan dari akar masalahnya; mengubah kota yang tadinya car oriented development menjadi Transit Oriented Development.
Kedua, Kolaborasi adalah kunci: kami berkolaborasi dengan berbagai organisasi, pemangku kepentingan, dan mengajak warga kota terlibat juga.
Ketiga, Evidence-based policy: pengambilan kebijakan harus selalu berdasarkan pada data dan ilmu pengetahuan.
“Meminta masukan dari para ahlinya, termasuk belajar dari kota/ negara lain di dunia yang juga menghadapi masalah serupa,” kata dia.
Anies mengatakan, yang paling penting harus ada kemauan politik yang kuat (strong political will) untuk menerjemahkan kebijakan menjadi aksi dan tetap dalam jangkauan kemampuan fiskal.
“G20 memiliki peran yang menentukan dalam upaya kita menghadapi krisis iklim. Maka diperlukan integrasi vertikal antara pemerintah nasional dengan pemerintah-pemerintah lokal. Setiap kebijakan di tingkat lokal harus selaras dengan kebijakan dan target di level nasional,” tandasnya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"