KONTEKS.CO.ID – Pasal penghinaan terhadap lembaga negara dan penguasa dalam RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR RI berpotensi menjadi masalah bagi demokrasi jika tidak diberikan batasan ketat.
Agar demokrasi tetap bisa terjaga, Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari mengusulkan frasa penghinaan dalam pasal-pasal tersebut dibatasi menjadi frasa fitnah, yakni tuduhan yang diketahuinya tidak benar. Sehingga pembuktiannya bisa dilakukan dengan ukuran yang objektif.
“Kalau masih menggunakan frasa penghinaan maka ukurannya akan menjadi subyektif. Sehingga dapat disalahgunakan untuk kepentingan penguasa yang anti-kritik (anti demokrasi),” kata Taufik di kompleks parlemen, Jakarta, Senin 14 November 2022.
Taufik menegaskan, dirinya tidak ingin ada pasal dalam RUU KUHP yang berpotensi membahayakan kehidupan demokrasi. Dan ataupun dapat dijadikan alat bagi kekuasaan untuk menjadi otoriter dan anti-demokrasi.
“Jika memang pasal-pasal tersebut tidak dapat dihapus, setidaknya saya harap dalam pembahasan tanggal 21 November nanti pemerintah dan DPR dapat mengakomodasi masukan yang saya sampaikan,” paparnya.
Sebelumnya, berdasarkan draf RUU KUHP yang diserahkan pemerintah, Pasal 349 ayat 1 berbunyi “Setiap Orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II”.
Dalam penjelasan RUU tersebut disebutkan, yang dimaksud dengan ‘kekuasaan umum atau lembaga negara’ antara lain DPR, DPRD, Polri, kejaksaan, atau pemerintah daerah.
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"