KONTEKS.CO.ID – Koalisi Gerindra-PKB, salah satu koalisi yang menjadi poros di tahun 2024 jika nantinya berhasil mendeklarasikan capres dan cawapres. Namun, berkoalisi dengan PKB salah satu upaya Gerindra untuk mengantarkan Prabowo sebagai presiden, apalagi dengan basis pemilih PKB yang identik dengan NU.
Analis dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, melihat Koalisi Gerindra-PKB salah satu koalisi yang menjadi poros di tahun 2024. Menurutnya ada beberapa kemungkinan yang diperoleh oleh Prabowo jika berkoalisi dengan PKB.
“Pertama, basis pemilih Prabowo bisa diperlebar kepada pemilih-pemilih tengah (moderat), karena di dua pilpres 2014 dan 2019 kategori pendukung Prabowo berada di barisan kanan. Di Pilpres 2024 pemilih yang mendukung Prabowo di 2014 dan 2019 berkemungkinan akan terbagi dengan Anies Baswedan,” kata Arifki kepada wartawan, Selasa 15 November 2022.
Kedua, upaya Prabowo untuk menarik suara NU dengan PKB berkoalisi dengan Gerindra tidak secara langsung menjadi suara. Karena PBNU beberapa kali menyatakan sikapnya tidak menjadi bagian dari partai manapun.
“Artinya NU belum tentu memiliki sikap yang sama dengan PKB terhadap capres di tahun 2024,” tegasnya.
Ketiga, kedekatan warga NU dengan Gerindra juga perlu diuji. Sehingga kekhawatiran PKB tidak akan banyak menarik suara NU bisa dijawab oleh Gerindra, jika secara organisasi membangun jejaring dengan kelompok-kelompok NU.
“PKB ini tentu menarik bagi Gerindra, terutama untuk menarik pemilih moderat yang banyak berlatar belakang NU. Tantangannya seberapa besar suara NU yang bisa ditarik oleh Prabowo untuk memilihnya di tahun 2024. Kebijakan elite PBNU yang menyatakan bahwa NU tidak identik dengan partai manapun tentu melemahkan daya tawar PKB secara politik atau pun pemilih,” paparnya.
Arifki menambahkan, dari berbagai kekhawatiran tersebut Gerindra tentu seharusnya mengambil daya tawar dengan NU, untuk menjaga ketidakmungkinan dukungan politik yang lemah ke PKB.
“Sehingga koalisi Gerindra-PKB tidak sia-sia untuk merebut pemilih NU sebesar-besarnya,” ucapnya.
Dengan netralnya PBNU terhadap semua partai politik, maka partai lain memiliki kemungkinan untuk menarik pemilih NU, seperti PPP, PDI-P, dan Golkar yang selama ini memang sudah tempat bagi kader-kader NU yang tidak bergabung dengan PKB.
Politik itu adalah mencari kemungkinan diatas ketidakmungkinan. Dari berbagai kepentingan yang memberikan keuntungan untuk Gerindra berkoalisi dengan PKB, tentu secara pribadi Cak Imin juga ingin menarik efek Prabowo untuk partainya.
“PKB mungkin saja diuntungkan jika berkoalisi dengan Gerindra, apalagi Cak Imin mendapatkan posisi sebagai cawapres,” ujarnya.
“Tetapi, munculnya nama Khofifah nanti tentu merugikan bagi Prabowo atau Gerindra karena basis NU juga terbelah dalam menentukan capres dan cawapres. Apalagi sikap PBNU yang tidak menyatakan keberpihakan kepada salah satu partai capres semakin menyulitkan daya tawar Cak Imin mengklaim pemilih NU sebagai basisnya untuk maju sebagai cawapres,” pungkasnya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"