KONTEKS.CO.ID – DPR akan mengesahkan RKUHP yang diajukan pemerintah pada hari ini, Selasa, 6 Desember 2022. Fraksi PKS DPR RI memberikan catatan tegas dalam persetujuan RUU KUHP yang baru.
“Pertama, pencabutan pasal penghinaan Presiden/Wapres, pemerintah, dan lembaga-lembaga negara. Kedua, menuntut penegasan larangan perilaku LGBT,” kata Ketua Fraksi PKS di DPR RI Jazuli Juwaini kepada wartawan, Selasa 6 Desember 2022.
Jazuli mengungkapkan, penolakan tersebut merupakan hasil dari masukan aspirasi publik yang diserap Fraksi PKS.
“Fraksi PKS konsisten sejak awal meminta pasal penghinaan Presiden/Wapres, pemerintah, dan lembaga-lembaga negara ini dicabut, bahkan sejak awal-awal pembahasan 5-10 tahun yang lalu. Karena pasal ini berpotensi menjadi pasal karet dan mengancam demokrasi,” katanya.
Pasal karet yang bisa disalahgunakan oleh penguasa ini, setiap saat bisa digunakan memberangus kritik masyarakat dari masyarakat. Dan hal itu jelas melanggar demokrasi.
Padahal, menurutnya semangat KUHP yang baru mereformasi produk kolonial, sementara pasal penghinaan Presiden/Wapres, pemerintah, dan lembaga-lembaga negara ini sejarahnya melindungi penguasa kolonial.
“Ini ironis dan bisa setback demokrasi yang susah payah kita perjuangkan melalui reformasi tahun 1998,” tegasnya.
Selain itu terkait penegasan larangan dan pidana perilaku LGBT, Fraksi PKS melihat hal ini sudah sangat darurat, karena melihat trend perkembangan penyimpangan moral di masyarakat.
“Bahkan ada desakan dan kampanye sistematis yang memaksakan legalitas perilaku menyimpang ini,” jelasnya.
LGBT ini bukan persoalan kebebasan dan hak asasi manusia, tapi penyimpangan. Kebabasan di Indonesia dibatasi oleh undang-undang berdasarkan norma agama dan budaya luhur bangsa, sehingga tidak ada kebebasan tanpa batas atau bebas nilai seperti LGBT.
“Perilaku LGBT dan semua jenis kampanyenya jelas pelanggaran nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang beradab dan merusak karakter bangsa. Sehingga semestinya kita tidak perlu ragu atau setengah hati menegaskan larangan LGBT dalam RUU KUHP,” katanya.
Sebelumnya, Komnas HAM juga sudah miminta kepada Pemerintah dan DPR untuk menghapus sejumlah pasal dalam RKUHP. Ini karena dianggap menghalangi penyelesaian perkaran.
Menurut Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, penghapusan pasal harus dilakukan karena rawan melanggar HAM. Padahal penyusunan RKUHP merupakan lompatan dalam sistem hukum pidana di Indonesia. Tentu setelah sekian puluh tahun berkutat dengan hukum pidana peninggalan kolonial.
1. Tindak pidana khusus dalam hal ini genosida dan tindak kejahatan kemanusiaan ke dalam RKUHP dihapuskan, karena dikhawatirkan menjadi penghalang adanya penuntutan atau penyelesaian kejahatan yang efektif karena adanya asas dan ketentuan yang tidak sejalan dengan karakteristik khusus genosida dan kejahatan kemanusiaan.
2. Pasal-pasal yang berpotensi terjadinya diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia untuk diperbaiki. Seperti ketentuan dalam pasal 300 tentang Hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, ketentuan dalam Pasal 465, 466, dan 467 tentang aborsi agar tidak mendiskriminasi perempuan.
Tindak Pidana Penghinaan Kehormatan atau Martabat Presiden dan Wakil Presiden (rancangan pasal 218, 219, 220), Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebaran Berita atau Pemberitahuan Palsu, (rancangan pasal 263 dan 264), Kejahatan terhadap Penghinaan Kekuasaan Publik dan Lembaga Negara (rancangan pasal 349-350).
Pasal-pasal tersebut berpotensi menimbulkan pelanggaran atas hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, berserikat dan berpartisipasi dalam kehidupan budaya sebagaimana dijamin dalam pasal 28 E UUD 1945 dan Pasal 15 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
3. DPR dan Pemerintah untuk tetap mendengarkan dan mempertimbangkan masukan publik terhadap RKUHP untuk memastikan bahwa perubahan dan perbaikan sistem hukum pidana tersebut tetap berada dalam koridor penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"