KONTEKS.CO.ID – Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Antonius PS Wibowo menyatakan perlunya memperkuat kehadiran Negara dalam melakukan pemulihan korban Pelanggaran HAM yang Berat. Dan peringati Hari HAM sedunia yang jatuh setiap tanggal 10 Desember merupakan momen untuk memperkuat hal tersebut.
“Dalam PP No 35 Tahun 2020 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban memberi mandat kepada LPSK untuk melakukan pemulihan korban Pelanggaran Ham Berat (PHB),” kata Antonius melalui keterangan tertulis, Senin 12 Desember 2022.
Antonius mengungkapkan, selama 2012-2021 LPSK telah melakukan pemulihan korban PHB melalui 4567 layanan berupa program perlindungan bantuan medis, dan bantuan rehabilitasi psikologis dan psikososial.
“Para korban PHB tersebut berasal dari berbagai peristiwa, yaitu peristiwa 1965/66, Penghilangan Paksa 97/98, Tanjung Priok 1984, Talangsari, Jambu Keupok, Simpang KKA dan Rumah Geudong,” ungkapnya.
Menurutnya, pemulihan korban oleh LPSK sebagaimana tersebut di atas tidak mensyaratkan adanya putusan pengadilan sebagaimana disyaratkan bagi pemberian kompensasi (UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM).
“Bantuan medis, diberikan untuk memulihkan kesehatan fisik korban, termasuk melakukan pengurusan dalam hal korban meninggal dunia, rehabilitasi psikososial, ditujukan untuk membantu meringankan, melindungi, dan memulihkan kondisi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual korban; rehabilitasi psikologis ditujukan untuk memulihkan kondisi kejiwaan korban,” paparnya.
Antonius menambahkan, hingga 2021 bantuan medis merupakan bentuk pemulihan terbanyak diakses korban. Hal ini berkorelasi dengan kebutuhan kesehatan dan usia korban yang sudah rentan, khususnya korban Peristiwa 65/66.
“Pada 2021 LPSK membuat terobosan baru melalui Keputusan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Nomor: KEP-326/1.5.2/LPSK/07/2021 tentang Bantuan Medis dan/atau Rehabilitasi Psikologis Bagi Saksi dan/atau Korban,” ucapnya.
Keputusan tersebut diambil dengan mempertimbangkan bahwa pelanggaran HAM yang berat merupakan extra-ordinary crime, yaitu peristiwanya terjadi di masa lampau dan proses hukumnya mengalami kendala.
Selanjutnya program rehabilitasi psikososial dilakukan LPSK untuk meningkatkan kualitas hidup korban melalui kerja sama dengan instansi terkait yang berwenang lewat pemenuhan bantuan sandang, pangan, papan, pekerjaan, atau bantuan kelangsungan pendidikan.
Untuk tujuan ini, LPSK menyasar kerja sama sejumlah pihak, yang meliputi K/L, pemerintah daerah (Pemda), badan usaha milik negara (BUMN), dan lembaga filantropi. Pada 2021 Program Psikososial LPSK berhasil menghimpun dana sebesar Rp.711.163.500 yang dimanfaatkan untuk 324 orang korban tindak pidana, termasuk korban PHB (160 terlindung).
Menurut Antonius, Program ini perlu didukung terus oleh berbagai K/L terkait, Pemda, dan BUMN agar semakin menegaskan kehadiran Negara bagi korban PHB. Program ini sangat dinantikan oleh para korban, utamanya dalam bentuk permodalan usaha dan pengembangannya.
“Dalam konteks ini, LPSK telah membekali para korban PHB dan/atau keluarganya dengan berbagai pelatihan keterampilan sesuai minat korban, misalnya, pelatihan keterampilan membatik, budi daya Anggur, budi daya pertanian, dan servis AC,” ucapnya.
Antonius menegaskan, semua langkah pemulihan yang dilakukan oleh LPSK tersebut belum sebanding dengan tuntutan keadilan korban di dalam arti keadilan yang sepenuhnya.
“Keadilan penuh yang dimaksud adalah keadilan dalam bentuk pengakuan atas kesalahan Negara, keadilan dalam arti penyesalan dan permintaan maaf dari Negara, keadilan dalam arti penuntutan dan penghukuman para pelakunya, dan keadilan dalam arti Negara mengembalikan kehidupan para korban yang telah rusak,” pungkasnya.
Meski begitu , langkah LPSK ini memiliki arti yang sangat penting ketika negara masih mencari solusi yang comprehensive dan dapat diterima semua pihak atas pelanggaran HAM berat masa lalu.
“Indonesia sudah waktunya membentuk semacam Komisi Reparasi yang bertugas melakukan reparasi korban dengan melibatkan K/L terkait dan dengan tetap memperhatikan mandat UU kepada LPSK untuk melakukan rehabilitasi medis, psikologis dan psikososial serta kompensasi,” tutupnya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"