KONTEKS.CO.ID – Sekjen Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengkritisi sistem pemilu saat ini yang dinilainya berakibat suburnya praktik politik uang dan menimbulkan persaingan tidak sehat. Menurutnya sistem pemilu proporsional terbuka sarat masalah.
“Sistem pemilunya perlu di evaluasi. Akibatnya, tak jarang kualitas anggota legislatif yang terpilih tidak ideal dan buruk. Serta masyarakat lebih memilih figur yang populer dan bermodal,” ujar Mu’ti akhir pekan lalu seperti dikutip dari laman resmi Muhammadiyah.
Dikatakan Mu’ti sistem proporsional terbuka merupakan kanibalisme politik, oleh karena itu Muhammadiyah menyodorkan dua alternatif. Pertama , sistem pemilu proporsional tertutup, dimana pemilih hanya mencoblos partai. Kedua, sistem proporsional terbuka-terbatas. Sistem ini, kata dia menetapkan kandidat terpilih mengikuti perolehan suara.
Muhammadiyah sejak 2014 sudah mendorong agar sistem saat ini diganti ke sistem proporsional tertutup.
Secara terpisah, founder lembaga survei KedaiKopi Hendri Satrio kepada Konteks.co.id mengatakan sistem pemilu proporsional tertutup memiliki banyak keuntungan, meski sistem ini akan membuat Indonesia kembali ke masa Orde Baru.
“Kalau pemilu tertutup, kebaikannya dari sisi anggaran akan ada penghematan. Kekurangannya memang pemilih menjadi tidak mengenal siapa wakilnya,” katanya, Senin 2 Januari.
Ditambahkannya, “Sekarang pilihannya kita mau selamatkan demokrasi atau irit anggaran? Menurut saya sih, perjuangkan demokrasi dan irit budget.”
Terkait kerugian sistem proporsional tertutup yang dimana pemilih tidak mengenal wakilnya, Hensat mengatakan kaderisasi partai harus berjalan. Jangan sampai ada yang “mendadak kader”, yakni muncul hanya saat urusan pencalegan dan tidak terjaring melalui proses kaderisasi partai politik. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"