KONTEKS.CO.ID – Pidato Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Mayor Inf (Purn) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sindir pemerintahan Jokowi langsung ditanggapi PDI Perjuangan (PDIP).
AHY mengatakan bahwa dalam pembangunan infrastruktur, Presiden Jokowi hanya melakukan kerja akhir dan tinggal gunting pita.
“Saya sangat menyayangkan bagaimana mungkin seorang Ketua Umum seperti AHY berpidato tanpa basis data. Kini adalah era kemajuan IT, artificial inteligent, termasuk big data,” kata Ketum Sayap PDI Perjuangan, Relawan Perjuangan Demokrasi (REPDEM) Wanto Sugito saat dihubungi wartawan, Jumat (16/9).
Wanto mengatakan bahwa rakyat semakin cerdas. Begitu banyak proyek infrastruktur SBY yang mangkrak. Mulai dari Hambalang sebagai bukti korupsi sistemik elit Partai Demokrat.
“Saya siap berdebat dengan AHY, memperbandingkan prestasi kinerja pembangunan infrastruktur antara SBY dan Presiden Jokowi,” ujar
Kata pria yang juga Ketua DPC PDIP Tangsel ini, sebagai anak yang mencoba berbakti, boleh saja AHY membanggakan prestasi bapaknya.
“Namun berpidato politik hanya sebagai retorika tanpa data adalah pembodohan publik, bahkan bisa masuk kategori pembohongan publik,” ujar Wanto lebih lanjut.
Politisi muda aktivis 98 ini menegaskan, sekiranya klaim AHY tentang prestasi SBY betul, maka Demokrat sudah menjadi pemenang pemilu tahun 2014.
“Buktinya suara Demokrat anjlok dari 20.9%, turun menjadi 10%. Itu terjadi karena korupsi kader-kader muda Demokrat yang dimulai dari ketua umumnya, Anas Urbaningrum, Rizal Malarangeng, Angelina Sondakh, dan begitu banyak kader muda lainnya yang mati karir politiknya karena korupsi. Jadi ingat monumen Hambalang. Saya ajak AHY untuk ke Hambalang agar dia yakin,” kata Wanto.
Klaim AHY yang menilai demokrasi di era Presiden Jokowi mengalami kemunduran tanpa dasar dan salah besar.
Publik mencatat bahwa tahun 2009 adalah puncak penurunan kualitas demokrasi. Demokrasi menjadi alat kekuasaan
“DPT dimanipukasi; politik APBN digunakan untuk kepentingan elektoral; aparatur negara dikerahkan; sistem pemilu dibuat terbuka-langsung; lalu elemen elemen pimpinan KPU direkrut seperti Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati sebagai pembajakan demokrasi,” katanya.
Belum lagi menurut Wanto, di luar itu SBY membentuk tim Alpa, Delta dll yang di dalamnya banyak aparatur negara yang dilibatkan yang seharusnya netral.
“Akibatnya dalam era multi Partai kompleks, suara Demokrat justru naik 300%. Itu tidak mungkin tanpa manipulasi dan mobilisasi kekuasaan, makanya 2014 anjlok,” kata Wanto dengan penuh semangat.
Wanto justru merasa kasihan dengan AHY. Model politiknya lebih besar pasak daripada tiang. “Para generasi milenial sangat kecewa atas orasi Ketum Partai tanpa data, dan lebih menampilkan retorika politik daripada fakta,” tutup pria yang akrab disapa bung Klutuk ini.
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"