KONTEKS.CO.ID – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) memberikan catatan atas Pidato Presiden Jokowi yang mengakui 12 kasus pelanggaran HAM berat dari tahun 1965 -2022.
Dan penyesalan terhadap kasus pelanggaran HAM sebagai tindak lanjut laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu di Istana Negara, Senin 11 Januari 2023.
“Meskipun banyak pihak menganggap pernyataan ini sebagai sebuah langkah maju, kami memandang bahwa pengakuan dan penyesalan yang disampaikan Presiden Joko Widodo tentu tidak ada artinya,” kata Badan Pekerja Kontras Fatia Maulidiyanti dalam keterangan tertulis, Kamis 12 Januari 2023.
“Jika tidak diikuti dengan langkah konkrit pertanggungjawaban hukum dan akuntabilitas Negara dalam menyelesaikan kasus Pelanggaran HAM berat masa lalu,” tambahnya.
Fatia menambahkan, pada dasarnya, rekomendasi perihal pengakuan atas adanya kejahatan kemanusiaan bukanlah hal baru. Sejak tahun 1999, Komnas HAM sudah menyampaikan rekomendasi demikian kepada pemangku jabatan Presiden saat itu.
Menurutnya bahkan tidak hanya sekedar pengakuan melainkan permintaan maaf, mengingat pelanggaran HAM berat adalah akibat penyalahgunaan kekuasaan badan/pejabat pemerintahan.
“Tentu saja pengakuan dan permintaan maaf kepada korban pelanggaran HAM berat masa lalu tidak dapat berdiri sendiri. Pengakuan dan permintaan maaf harus ditindaklanjuti dengan rangkaian tindakan untuk memberikan hak-hak korban secara keseluruhan,” paparnya.
Namun, sejauh catatan dan pemantauan Kontras, selama ini model pemulihan yang terjadi menunjukkan indikasi adanya muatannya menyalahi prinsip keadilan, misal dengan tidak berpihak kepada korban sebagai pemangku utama kepentingan.
Bahkan Pemerintah di sejumlah kesempatan tertangkap tangan membuat peraturan dan kegiatan yang seolah ingin pelanggaran HAM berat selesai, namun tidak sesuai dengan standar penegakan HAM yang berlaku secara universal.
“Pada akhirnya, pernyataan Presiden Joko Widodo yang berangkat dari rekomendasi Tim PPHAM kami khawatirkan sebagai gula-gula yang menempatkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat hanya mendorong pada mekanisme non-yudisial sekaligus mewajarkan praktik pengabaian terhadap pengadilan HAM yang buruk terjadi selama ini,” tegasnya.
Kekhawatiran tersebut semakin kuat, karena pembiaran terhadap tidak dilakukannya reformasi kelembagaan yang selama ini menjadi aktor pelanggaran HAM berat.
“Dengan kata lain, pengakuan, penyesalan, serta pernyataan Presiden Joko Widodo lainnya atas rekomendasi hasil Tim PPHAM tidak lebih dari pembaruan terhadap janji lama,” pungkasnya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"