KONTEKS.CO.ID – Pelanggaran HAM berat yang diakui Presiden Jokowi dalam keterangan pada media usai bertemu Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (TPPHAM), Rabu 11 Januari, mendapatkan respon beragam.
TPPHAM dibentuk presiden melalui Keppres No. 17/2022 pada Agustus 2022 yang durasi tugasnya terbilang singkat, tidak kurang dari 5 bulan. Dalam pertemuan dengan tim, Presiden yang ditemani Menkopolhukam Mahfud MD mengakui terjadi 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Adapun anggota tim ini antara lain Makarim Wibisono, Ifdal Kasim, Suparman Marzuki, Mustafa Abubakar, Rahayu, As’ad Said Ali, Kiki Syahnakri, dan Komaruddin Hidayat.
Dan berikut rangkuman pemberitaan terkait respon berbagai pihak mengenai pernyataan presiden:
- Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institut Sayyidatul Insiyah mengungkapkan sikap presiden dinilai tidak lebih dari aksesori kepemimpinan yang hanya memberikan dampak politik bagi presiden, namun tidak bagi proses rehabilitasi korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
- Ketua Umum Rembuk Nasional Aktivis 98 Sayed Junaidi Rizaldi menilai pernyataan Presiden menegaskan Jokowi adalah anak kandung reformasi sehingga tidak memiliki beban politik masa lalu dalam memutuskan masalah ini.
- Pernyataan Presiden juga mendapatkan kritikan konstruktif dari Forum Diskusi Kebangkitan Indonesia (Forum DKI) yang menyoroti itikad dan prosedur perundangan yang dilanggar presiden saat pembentukan tim ini. Menurutnya UU N0. 26/2020 tentang pengadilan HAM telah ditabrak Jokowi. Untuk itu, Presiden wajib menerbitkan Perppu KKR.
Sejauh ini respon berbagai pihak masih terus mengalir atas pernyataan presiden. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"