KONTEKS.CO.ID – Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) bersama Komisi VIII DPR tengah menggodok biaya haji 1444 H/2023 M.
Dalam rapat kerja kemarin, Menag Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan rerata biaya haji yang disebut Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1444 H/2023 M sebesar Rp69.193.733,60.
Jumlah ini 70% dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98.893.909,11. Artinya ada kenaikan sekitar Rp30 juta yang harus dibayar calon jamaah di musim haji tahun ini.
Ini adalah kenaikan terbesar sepanjang sejarah perhajian di Indonesia. Karena sebelumnya kenaikan biaya haji cuma di bilangan jutaan, bahkan di bawah Rp5 juta.
Terkait biaya, memang ada banyak komponen yang memengaruhinya. Di antaranya, nilai tukar rupiah, tarif tiket pesawat yang dipengaruhi fluktuasi bahan bakar pesawat avtur. Plus layanan yang diberikan di Tanah Suci, seperti berapa kali makan yang didapat jamaah haji selama berhaji.
Berikut ini fluktuasi biasa haji dalam satu dekade terakhir:
Biaya Haji 2023: Rp69.193.733,60 (belum diputuskan resmi)
– Biaya Haji 2022: Rp39.886.009
– Biaya Haji 2021: – (Pandemi COVID-19)
– Biaya Haji 2020: Rp35.235.602
– Biaya Haji 2019: Rp35.235.602
– Biaya Haji 2018: Rp35.235.602
– Biaya Haji 2017: Rp34.890.312
– Biaya Haji 2016: Rp34.641.304
– Biaya Haji 2015: Rp33.962.500
– Biaya Haji 2014: Rp33.799.500
– Biaya Haji 2013: Rp33.859.200
– Biaya Haji 2012: Rp34.723.200
– Biaya Haji 2011: Rp30.737.100
– Biaya Haji 2010: Rp31.080.600
Sebelumnya, Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj, mengatakan, biaya kenaikan haji sebagai konsekuensi yang sulit dihindari. Terutama jika pembandingnya dengan menggunakan acuan biaya sebelum pendemi di tahun 2019.
“Kenaikan biaya ini sulit dihindari karena dipicu oleh kenaikan berbagai komponen kebutuhan baik di Tanah Air maupun di Arab Saudi, seperti biaya angkutan udara karena avturnya juga naik, hotel, pemondokan, transportasi darat, katering, obat-obatan, alkes dan sebagainya, belum lagi pengaruh inflasi, sehingga biaya haji mesti beradaptasi atas situasi tersebut,” paparnya.
Selanjutnya, menurut analisis dari Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini, rancangan biaya yang diusulkan Menag tampaknya dalam rangka melakukan rasionalisasi, keberlangsungan dan kesehatan keuangan.
Sebab selama ini subsidi ke BPIH yang ditopang dari subsidi dana yang berasal dari imbal hasil kelolaan keuangan haji terlalu besar dan cenderung tidak sehat. Maka itu harus ada langkah berani untuk mengoreksi dan menyeimbangkan.
Hak dan kepentingan jutaan jamaah haji tunggu juga harus dilindungi. “Uang hasil dari kelolaan dana haji dari jamaah tunggu berkisar Rp160 triliun, seharusnya hasil dari penempatan maupun investasi menjadi hak dari jamaah haji tunggu (waiting list) yang berjumlah saat ini kurang lebih 5 juta orang selaku pemilik dana (shohibul maal),” katanya.
Tetapi, lanjut dia, selama ini ‘tradisinya’ malah diberikan untuk menyubsidi jamaah haji yang berangkat pada tahun berjalan sampai 100%. “Ini memang harus mulai dikoreksi dan dibenahi,” tandas Mustolih Siradj.
Pada saat yang sama, biaya setoran awal calon jamaah haji belum juga dinaikkan masih di angka Rp25 juta/jamaah. Setidaknya selama dua sekade belakangan.
Jelas situasi ini sangat menekan keuangan haji yang sekarang ini dikelola oleh BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji), terlebih dengan kuota normal 221.000, maka subsidinya juga akan kembali ‘normal’.
“Gus Men -panggilan menag- termasuk sangat berani mengambil kebijakan yang tidak populer ini, yang selama ini sangat dihindari oleh Menteri Agama era sebelumnya, terlebih di tahun politik. Tapi langkah merasionalisasi dan mengoreksi dana haji harus segera diambil demi kemaslahatan yang lebih besar dan melindungi hak dari jutaan jAmaah haji tunggu, jika tidak masalah ini akan jadi bom waktu,” katanya.
Namun Mustolih beraharap usulan kenaikan biaya masih bisa diturunkan dengan melakukan efesiensi menyisir komponen-kompknen biaya yang bisa dipangkas, tanpa mengurangi dan berdampak pada kualitas pelayanan penyelenggaraan haji.
Dia juga berharap soal dana haji tidak hanya biaya haji reguler saja yang disampaikan ke publik, tetapi penyelengggaraan biaya haji khusus yang dikelola travel (PIHK/ Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) juga penting untuk dipublikasikan karena ada ribuan orang menjadi calon jamaah haji khusus. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"