KONTEKS.CO.ID – Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay, mendesak Kementerian Agama (Kemenag) mempertimbangkan kembali usulan kenaikan BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) tahun 2023.
Kenaikan itu sangat memberatkan dimana para jemaah haji yang akan berangkat harus menanggung beban kenaikan hingga Rp30 juta per jamaah.
“Usulan kenaikan itu terlalu tinggi. Pasti memberatkan,” kata Saleh kepada wartawan, Senin, 23 Januari 2023.
Saleh menambahkan, dengan jumlah jamaah haji terbesar di dunia, BPIH Indonesia mestinya tidak perlu naik.
“Kemenag harus menghitung lagi secara rinci structure cost BPIH. Penghematan bisa dilakukan pada setiap rincian stucture cost tersebut,” ujarnya.
Saleh memaparkan, jamaah reguler Indonesia berjumlah 203.320 orang. Bila ada kenaikan Rp30 juta seperti usulan Kemenag, maka uang jamaah yang akan dikumpulkan adalah sebesar Rp14,06 triliun lebih.
Ditambah lagi dari manfaat dana haji yang dikelola BPKH sebesar Rp5,9 triliun. Total dana yang dipakai dari uang jamaah adalah Rp20 triliun lebih per tahun.
“Sementara itu, ada lagi biaya penyelenggaraan haji dari APBN Kemenag sebesar Rp1,27 triliun dan Kemenkes sebesar Rp283 miliar,” ungkapannya.
Saleh menambahkan, berdasarkan pemetaan penggunaan anggaran dan juga situasi terkini masyarakat, usulan kenaikan BPIH 2023 dinilai sangat tidak bijak. Ada beberapa alasan yang dapat disampaikan.
Pertama, pandemi Covid-19 di Indonesia baru landai dan mereda. Masyarakat masih berupaya menggerakkan kembali roda perekonomian mereka.
“Karena itu, jika dibebankan tambahan biaya untuk pelunasan BPIH yang cukup tinggi, tentulah itu sangat memberatkan,” katanya.
Kedua, saat ini sudah ada BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) yang mengelola keuangan haji. Kehadiran badan ini semestinya dapat meningkatkan nilai manfaat dana simpanan jamaah.
“Semakin tinggi nilai manfaat yang diperoleh, tentu akan semakin meringankan beban jamaah untuk menutupi ongkos haji,” ujarnya.
Prestasi BPKH Dipertanyakan
Namun dengan kondisi ini Saleh menilai BPKH kelihatannya belum menunjukkan prestasi memadai. Pengelolaan simpanan jamaah, tidak jauh beda dengan sebelum badan ini ada.
“Wajar saja kalau ada yang mempertanyakan pengelolaan keuangan haji yang diamanahkan pada badan ini,” jelasnya.
Ketiga, kalau tetap dinaikkan, dikhawatirkan akan ada asumsi di masyarakat bahwa dana haji dipergunakan untuk pembangunan infrasturuktur. Tentu asumsi ini kurang baik didengar, sebab pengelolaan keuangan haji semestinya sudah semakin terbuka dan profesional.
“Kalau di medsos, sudah banyak yang bicara begitu. Katanya, ongkos haji dipakai untuk infrastruktur. Semestinya, BPKH dan Kemenag menjawab dan memberikan klarifikasi. Biar jelas dan semakin transparan,” katanya.
Keempat, tidak bijak jika kenaikan ongkos haji dilakukan di saat masa akhir pemerintahan Jokowi. Apalagi selama periode pertama dan kedua ini, Jokowi selalu berorientasi pada upaya meringankan beban masyarakat.
“Tentu mestinya tidak terkecuali dalam hal BPIH ini. Saya yakin Jokowi juga ingin agar masyarakat dimudahkan. BPIH tidak membebani,” ujarnya.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"