KONTEKS.CO.ID – Pakar Politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan pentingnya pelembagaan partai politik (parpol) di Indonesia. Karenanya, orang baik yang ingin masuk harus didorong bukan sebaliknya.
“Publik sebaiknya mendukung daripada nyinyir terhadap para orang baik yang ingin masuk ke dalam politik, sehingga pada akhirnya demokrasi Indonesia akan semakin baik,” kata Burhanuddin, Kamis 26 Januari 2023.
Menurut Burhanuddin, ada tiga isu pelembagaan atau institusionalisasi parpol.
Pertama, model genetik. Dimana partai-partai di Indonesia secara umum lebih dipengaruhi oleh Kharisma figur; yang ditandai oleh peleburan secara total identitas partai dengan pemimpinnya.
“Partai kemudian menjelma sebagai partai yang hanya bertumpu pada personal appeals, bukan institutional appeals,” kata Burhan.
Menurut Burhanuddin, keberadaan veto player semacam in memang mengurangi potensi konflik, tapi tidak bersifat permanen.
Golkar atau PPP yang mengalami perpecahan misalnya, kebetulan model genetiknya bukan partai kharismatik dan tidak memiliki pemimpin yang punya magical ability atau powerful aura.
“Masalah kedua adalah ketersediaan sumberdaya, terutama pembiayaan partai, baik dari sisi kebutuhan operasional partai atau party finance, maupun pemilu atau campaign finance. Deinstitusionalisasi partai yang melahirkan konflik banyak disebabkan oleh perebutan sumberdaya,” urai Burhanuddin Muhtadi.
Terakhir adalah masalah faksionalisasi. Ada tiga tipologinya, yakni faksi yang terbentuk atas dasar kesamaan cara pandang dalam merespons isu-isu politik, yang biasanya tak berusia panjang dan bersifat insidental dan informal.
Kedua, faksi yang terbentuk relasi patronase politik, yang dipengaruhi faktor kharisma tokoh-tokoh sebagai patron, dan pengurus partai lainnya sebagai klien.
Ketiga, faksi yang terbentuk secara formal dan terorganisasi, seperti kasus Italia dan Jepang. Eksistensi faksi dalam konteks ini diakui dalam AD/ART.
Burhanuddin memberi penjelasan panjang bahwa kondisi pelembagaan partai itu terjadi di tengah situasi bahwa tidak ada demokrasi tanpa ada parpol.
“Sebab no democracy without political party. Tak ada resep demokrasi tanpa parpol. Maka bila mau memperbaiki demokrasi, kuncinya adalah bikin parpol jadi lebih baik. Kalau parpol memburuk, maka tingkat kepecayaan publik pada demokrasi juga memburuk,” bebernya.
Di Indonesia, bisa ditemukan parpol yang bersifat catch all party atau melakukan apapun juga demi memperoleh suara; serta partai kartel dimana ada dikoneksi parpol dengan massanya serta hanya berorientasi memperebutkan sumber daya negara saja.
“Kalau parpol makin tak tergantung dengan sumbangan anggota dan warga negara, jangan salahkan partai kalau tak ada perasaan bertanggung jawab parpol kepada publik karena seluruh pembiayaan partai dicari sendiri,” kata Burhan.
Riset juga menemukan bahwa trust masyarakat terhadap parpol paling rendah dibanding institusi-institusi lain.
“Kalau ada orang baik masuk partai politik, kita harus dorong. Jangan sampai partai diisi sama orang yang bermasalah, karena masalah partai sudah banyak. Trust rendah, fungsi intermediasi dipersepsi rendah, makin lama pemilih makin jauh dengan partai. Tapi kita tidak ada pilihan lagi berdemokrasi tanpa partai,” pungkas Burhanuddin Muhtadi. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"