KONTEKS.CO.ID — Politisi Senior PDIP, Panda Nababan, buka suara soal siapa capres yang akan diusung partainya pada Pilpres 2024.
Panda Nababan menyampaikan, dibandingkan dengan partai-partai lain PDIP hampir tidak punya beban. PDIP tidak harus menyapa tetangga dulu.
Panda Nababan mengatakan, suasana psikologis PDIP dan pengaruhnya berbeda dibanding partai lain. Partai lain bagaimanapun menghadapi 2024 terseok-seok dan tersandera.
“Apapun ceritanya Gerindra tetap harus memasang kuping maunya PKB apa,” kata Panda saat Diskusi Publik Embargo Talk dengan bertema Ke Mana Mega Berlabuh? yang diselenggarakan Vibrasi, Kamis 26 Januari 2023.
Panda menegaskan, ada suasana tanpa beban yaitu suasana yang dinikmati oleh PDIP di dalam menentukan pilihannya. Artinya PDIP betul-betul tidak mempunyai beban psikologis.
Terkait Puan Maharani, Panda memandang bahwa karir politiknya terbuka lebar. Di tahun 2024, Puan baru berusia 50 tahun. Puan sangat terbuka dalam usianya yang sangat enerjik itu.
Panda juga menyampaikan bahwa kalau memperhatikan mimik Megawati Soekarnoputri, bagaimana ekspresinya, bagaimana kata-katanya, dan bagaimana ceplas-ceplosnya. Sebenarnya nampak terlihat ada satu kegembiraan tersendiri bagi Ketua Umum PDIP.
“Tidak ada sesuatu yang ruwet dan rumit (bagi PDIP) dalam menentukan, ini malah ada kenikmatan tersendiri dan kemudian mereka apresiasi dan menghormati Mbak Mega dengan hak prerogratifnya,” ujar Panda.
Ia menegaskan, sebagai partai, PDIP punya pakem yang dipegang. Jadi tidak rumit dan ruwet. Mohon maaf kalau partai-partai lain itu harus mempunyai ini atau itu dulu dengan partai-partai lain. Jadi tidak ada partai lain yang seutuh PDIP.
“Dalam keadaan seutuh PDIP ini tidak lagi menjadi hal yang prioritas untuk diperdebatkan, apakah Puan atau Ganjar, itu kondisinya (PDIP),” jelas Panda.
Mengenai siapa capres pilihan Mega, Pendiri Lembaga Survei Kedai Kopi, Hendri Satrio mengatakan bahwa itu ranahnya Mega. Mega sudah menegaskan itu terserah dirinya.
“Emang dia (Mega) inginkan ini (soal capres) bagian saya, kamu enggak usah ikut-ikutan, ini urusan saya,” jelas Hendri.
Menurut Hendri, Mega sedang mengalami fase kenikmatan yang luar biasa karena partainya menjadi partai yang besar, ditunggu orang dan Mega adalah orang yang ditunggu keputusannya.
Namun, ia mengatakan, berdasarkan dari hasil survei lembaga survei KedaiKopi, kalau PDIP sendirian akan sulit. Tapi itu perhitungan hasil survei, belum tahu nanti bagaimana pendukungnya Puan dan Ganjar yang solid.
Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno berpandangan, kalau soal koalisi di Indonesia, ini suatu hal yang tidak bisa dihindarkan oleh partai politik.
“Sekuat apapun partai politik, ia membutuhkan koalisi dengan partai politik yang lain, bukan hanya ingin menang pilpres tapi ingin mengamankan dukungan mayoritas parlemen,” jelas Prayitno.
Menurut Adi, dalam sistem presidensial multipartai extreme seperti di Indonesia ada kutukan yang disebut dengan presiden minority, seringkali presiden terpilih itu adalah yang tidak mendapatkan dukungan mayoritas di parlemen. Itu terjadi pada SBY di periode pertama, dan itu juga terjadi pada periode pertama Jokowi.
“Jokowi memang menang melawan Prabowo tapi parlemen saat itu dikuasai oleh pendukung Prabowo, efeknya begitu banyak undang-undang yang menguntungkan PDIP saat itu diubah secara total,” jelasnya.
Adi mengatakan, sekalipun PDIP punya boarding pass, punya jagoan banyak, ada Puan, Ganjar dan lain-lain. Tapi koalisi itu suatu hal yang tidak bisa dihindarkan. Karena tentu tidak mau semua kebijakan politik penguasa atau kebijakan politik pemenang selalu ditolak, itu tentu akan mengancam stabilitas politik.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"